Pengertian Batubara
Batubara
adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya
berakumulasi di rawa dan lahan gambut.
Batubara adalah
hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan dalam lingkungan bebas
oksigen dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lebih lama.
Jenis-jenis Batubara
Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batu
bara muda dan sub-bitumen biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan
berwarna suram seperti tanah.Baru bara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya rendah.
Batu bara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan seringkali berwarna hitam cemerlang seperti kaca.
Batu bara dengan mutu yang lebih tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak.
Antrasit adalah batu bara dengan mutu yang paling baik dan dengan demikian memiliki kandungan karbon dan energi yang lebih tinggi serta tingkat kelembaban yang lebih rendah (lihat diagram 1).
{World Coal Institute;Sumber Daya Batu Bara: Tinjauan Lengkap
Pengolahan Batubara
Batu
bara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batu bara tertambang
run-of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan
seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun
demikian pengguna batu bara membutuhkan batu bara dengan mutu yang konsisten.
Pengolahan batu bara – juga disebut pencucian batu bara (“coal benification”
atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batu bara tertambang (ROM Coal)
untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna
akhir tertentu.
Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran.
Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara terambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran.Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode ‘pemisahan media padatan’. Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.
Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan sejumlah cara, biasanya berdasarkan perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat, sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di dalam wadah tersebut.
Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran.
Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara terambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran.Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode ‘pemisahan media padatan’. Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.
Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan sejumlah cara, biasanya berdasarkan perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat, sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di dalam wadah tersebut.
Metode
alternatif menggunakan kandungan permukaan yang berbeda dari batu bara dan
limbah. Dalam ‘pengapungan berbuih’, partikel-partikel batu bara dipisahkan
dalam buih yang dihasilkan oleh udara yang ditiupkan ke dalam rendaman air yang
mengandung reagen kimia. Buih-buih tersebut akan menarik batu bara tapi tidak
menarik limbah dan kemudian buih-buih tersebut dibuang untuk mendapatkan batu
bara halus. Perkembangan teknolologi belakangan ini telah membantu meningkatkan
perolehan materi batu bara yang sangat baik.
Penggunaan Batubara
Penggunaan Batubara
Dalam pembuatan
baja.
Bahan
mentah – bijih besi, kokas dan fluks (mineral-mineral seperti batu gamping yang
digunakan untuk menarik bahan-bahan campuran) – dimasukkan pada bagian atas
tanur tiup. Udara dipanaskan sampai sekitar 1200°C dan dihembuskan ke dalam
tanur melalui pipa yang berada di bagian bawah. Udara membuat kokas terbakar
sehingga menghasilkan karbon monoksida yang menimbulkan reaksi kimia. Bijih
besi dikurangi untuk meleburkan besi dengan mengeluarkan oksigen. Keran di
bagian dasar tanur dibuka secara berkala dan besi lebur serta terak logam
dikeringkan.
Pada
suatu basic oxygen furnace (BOF – Tanur oksigen dasar) dimasukkan potongan baja
dan batu gamping yang lebih banyak dan oksigen murni 99% ditiupkan pada
campuran tersebut. Reaksi dengan oksigen menaikkan suhu sampai 1700°C,
mengoksidasikan bahan-bahan campuran, dan meninggalkan baja cair yang hampir
murni. Sekitar 0,63 ton kokas akan menghasilkan 1 ton (1000 kg) baja.
Sebagai bahan
mentah
Batu
bara digunakan sebagai sumber energi dalam
produksi semen. Energi yang dibutuhkan untuk memproduksi semen sangat
besar. Oven biasanya membakar batu bara dalam bentuk bubuk dan membutuhkan batu
bara sebanyak 450g untuk menghasilkan semen sebanyak 900g. Batu bara mungkin
akan tetap menjadi masukan penting untuk industri semen dunia di tahun-tahun
yang mendatang.
Coal
combustion products (CCP – produk-produk pembakaranb batu bara) juga memainkan
peran yang penting dalam produksi beton. CCP merupakan hasil sampingan dari
pembakaran batu bara pada pusat pembangkit listrik tenaga uap. Hasil-hasil
sampingan tersebut termasuk abu arang batu, abu dasar, kerak ketel dan gipsum
desulfurisasi gas pembakaran. Abu arang batu misalnya, dapat digunakan untuk
mengganti atau menambah semen dalam pembuatan beton. Dalam cara demikian,
produk-produk pembakaran batu bara daur ulang menguntungkan bagi lingkungan
hidup, yang bertindak sebagai pengganti bahan mentah utama.
Fungsi Lain dari Batu Bara
Beberapa
produk kimia dapat diproduksi dari hasil-hasil sampingan batubara. Batu bara
yang dimurnikan digunakan dalam pembuatan bahan kimia seperti minyak kreosot,
naftalen, dan fenol. Gas amoniak yang diambil dari tungku kokas digunakan untuk
membuat garam amoniak, asam nitrat dan pupuk tanaman. Ribuan produk yang
berbeda memiliki komponen batu bara atau hasil sampingan batu bara: sabun,
aspirin, zat pelarut, pewarna, plastik dan fiber, seperti rayon dan nylon.
Batu
bara juga merupakan suatu bahan yang penting dalam pembuatan produk-produk tertentu:
>>
Karbon teraktivasi – digunakan pada saringan air dan pembersih udara serta
mesin pencuci darah.
>> Serat karbon – bahan pengeras yang sangat kuat namun ringan yang digunakan pada konstruksi,
{World Coal Institute;Sumber Daya Batu Bara: Tinjauan Lengkap Mengenai Batu Bara Hal. 21-25}
>> Serat karbon – bahan pengeras yang sangat kuat namun ringan yang digunakan pada konstruksi,
{World Coal Institute;Sumber Daya Batu Bara: Tinjauan Lengkap Mengenai Batu Bara Hal. 21-25}
Kualitas
Batubara
Baik
buruknya suatu kualitas batubara ditentukan oleh penggunaan batubara itu
sendiri.
Batubara
yang berkualitas baik untuk penggunaan tertentu, belum tentu baik pula untuk
penggunaan yang lainnya, begitu juga sebaliknya
Kualitas
suatu batubara dapat ditentukan dengan cara analisa parameter tertentu baik
secara fisik maupun secara kimia.
Parameter
yang ditentukan dari suatu analisa batubara tergantung tujuan untuk apa
batubara tersebut digunakan.
► Parameter kualitas batubara.
► Total
Moisture
►
Proximate
►
Total
Sulfur
►
Calorific
Value
►
HGI
►
Ultimate
Analysis
►
Ash
Fusion Temperature
►
Ash
Analysis
Total
Moisture
Tinggi
Rendahnya Total Moisture akan tergantung pada :
►
Peringkat
Batubara
►
Size
Distribusi
►
Kondisi
Pada saat Sampling
Peringkat
Batubara
Semakin tinggi
peringkat suatu batubara semakin kecil porositas batubara tersebut atau semakin
padat batubara tersebut.Dengan demikian akan semakin kecil juga moisture yang
dapat diserap atau ditampung dalam pori batubara tersebut. Hal ini menyebabkan
semakin kecil kandungan moisturenya khususnya inherent moisturenya.
Size Distribusi
Semakin kecil
ukuran partikel batubara, maka semakin besar luas permukaanya.Hal ini
menyebabkan akan semakin tinggi surface moisturenya. Pada nilai inherent
moisture tetap, maka TM-nya akan naik yang dikarenakan naiknya surface
moisture.
Kondisi Pada
saat Sampling
Total Moisture
dapat dipengaruhi oleh kondisi pada saat batubara tersebut di Sampling.Yang
termasuk dalam kondisi sampling adalah :
►
Kondisi
batubara pada saat disampling
►
Size
distribusi sample batubara yang diambil terlalu besar atau terlalu kecil.
►
Cuaca
pada saat pengambilan sample.
Penetapan
kadar Total Moisture
Timbang 10 gram sampel** (ISO) atau 1 gram
sampel* (ASTM) dalam dish moisture >> Pasang gas penyerap N2
untuk ISO & udara tekan untuk ASTM >> Masukan kedalam oven dengan
suhu 105o-107o selama 2.5
jam untuk ISO & 1.5 jam untuk ASTM >> Dinginkan dalam
desikator >> Timbang ulang
*Sample Batubara di
preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
** Sample Batubara
di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.300 mm
Diagram
2.
Air Dried Moisture
(ADM)
Air dried moisture
atau inherent moisture adalah moisture yang terkandung dalam batubara setelah
batubara tersebut dikering udarakan.
Sifat-sifat ADM :
►
Besar
kecilnya nilai ADM dipengaruhi oleh peringkat batubara. Semakin tinggi
peringkat batubara, semakin rendah kandungan ADM nya.
►
Nilainya
tergantung pada humuditas dan temperature ruangan dimana moisture tersebut dianalisa.
►
Nilainya
tergantung juga pada preparasi sample sebelum ADM dianalisa (Standar preparasi)
Penetepan
kadar ADM.
Timbang 1 gram
sampel* dalam dish moisture >> Pasang gas penyerap N2
untuk ISO & udara tekan untuk ASTM >> Masukan kedalam oven dengan
suhu 105o-107o selama 3 jam untuk ISO & 1.5 jam untuk
ASTM >> Dinginkan dalam desikator >> Timbang ulang
*Sample Batubara di
preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
Pehitungan
Kadar ADM
ADM digunakan dalam
mengkonversi basis parameter analisa dari
air dried basis ke basis lainnya.
air dried basis ke basis lainnya.
Ash Content
►
Batubara
sebenarnya tidak mengandung abu, melainkan mengandung mineral matter. Namun
sebagian mineral matter dianalisa dan dinyatakan sebagai kadar Abu atau Ash
Content.
►
Mineral
Matter atau ash dalam batubara terdiri dari inherent dan extarneous.
►
Inherent
Ash ada dalam batubara sejak pada masa pembentukan batubara dan keberadaan
dalam batubara terikat secara kimia dalam struktur molekul batubara
►
Sedangkan
Extraneous Ash, berasal dari dilusi atau sumber abu lainnya yang berasal dari
luar batubara.
Sifat-sifat Ash
Content
►
Kadar
abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan jenis mineral matter yang
dikandung oleh batubara baik yang berasal dari inherent atau dari extraneous.
►
Kadar
abu relatif lebih stabil pada batubara yang sama. Oleh karena itu Ash sering
dijadikan parameter penentu dalam beberapa kalibrasi alat preparasi maupun alat
sampling.
►
Semakin
tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama, semakin rendah nilai kalorinya.
►
Kadar
abu juga sering mempengaruhi nilai HGI batubara.
Penetepan
kadar Ash Content
Timbang 1 gram
sampel* dalam dish ash >> Masukan kedalam tanur dengan suhu 815o
selama 3 jam (di mulai dari suhu awal tanur kurang dari 200o C)
>> Dinginkan dalam desikator >> Timbang ulang
*Sample Batubara di
preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
Perhitungan
Kadar Ash Content
Volatile Matter
►
Volatile
matter/ zat terbang, adalah bagian organik batubara yang menguap ketika
dipanaskan pada temperature tertentu.
►
Volatile
matter biasanya berasal dari gugus hidrokarbon dengan rantai alifatik atau
rantai lurus. Yang mudah putus dengan pemanasan tanpa udara menjadi hidrokarbon
yang lebih sederhana seperti methana atau ethana.
Sifat-sifat
Volatile Matter
►
Kadar
Volatile Matter dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara.
►
Semakin
tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya.
Kegunaan Volatile
Matter
►
Volatile
Matter digunakan sebagai parameter penentu dalam penentuan peringkat batubara.
►
Volatile
matter dalam batubara dapat dijadikan sebagai indikasi reaktifitas batubara
pada saat dibakar.
►
Semakin
tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya.
Penetapan
Kadar Volatile Matter
Timbang 1 gram
sampel* dalam dish Volatile Matter >> Masukan kedalam tanur dengan suhu
900o selama 7 menit >> Dinginkan dalam suhu ruang selama 7-8
menit >> Timbang ulang
*Sample Batubara di
preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
Perhitungan
Kadar Volatile Matter
Total Sulfur
Sifat-sifat Sulfur
►
Kandungan
sulfur dalam batubara sangat bervariasi dan pada umumnya bersifat
heterogen sekalipun dalam satu seam batubara yang sama. Baik heterogen
secara vertikal maupun secara lateral.
►
Namun
demikian ditemukan juga beberapa seam yang sama memiliki kandungan sulfur
yang relatif homogen.
Kegunaan Sulfur
►
Sulfur dalam batubara thermal
maupun metalurgi tidak diinginkan, karena Sulfur dapat
mempengaruhi sifat-sifat pembakaran yang dapat menyebabkan slagging
maupun mempengaruhi kualitas product dari besi baja. Selain itu dapat
berpengaruh terhadap lingkungan karena emisi sulfur dapat
menyebabkan hujan asam. Oleh karena itu dalam komersial, Sulfur
dijadikan batasan garansi kualitas, bahkan dijadikan sebagai rejection limit.
►
Namun
demikian dalam beberapa utilisasi batubara, Sulfur tidak menyebabkan masalah
bahkan sulfur membantu performance dari utilisasi tersebut. Utilisasi tersebut
misalnya pada proses pengolahan Nikel seperti di PT. INCO.
Penetepan Kadar Sulfur
Siapkan
larutan penyerap (H2O2 3 % suasana netral)
>> Masukan ke tabung penyerap yang terbuat dari kaca >> Timbang 1
gram sample berukuran 0.212 mm pada combustion boat yang telah dilapisi alumina
di bagian bawahnya >>Lapisi bagian atasnya dengan alumina >>
Atur Tabung penyerap pada tanur suhu 1350o C >> Masukan sampel
ke dalam pipa tanur >> Nyalakan gas O2 >> Atur
Tekanan gas O2 >> Nyalakan vakum >> Dorong
sebanyak 1 cm setiap 1 menit dari posisi awal (hingga menit ke-8) >>
Diamkan selama 4 menit >> Keluarkan sample dari pipa >> Tuang
larutan dari tabung penyerap ke dalam erlenmeyer >> Tambahkan indicator
MM:MB 2-3 tetes >> Homogenkan >> Titar dengan Borat hingga
berwarna hijau >> Catat
Reaksi Kimia pada saat Penetepan
Kadar Sulfur
Perhitungan Penetapan Kadar
Sulfur
Vc
= Volume hasil penitaran sampel (ml)
Vb
= Volume blanko (ml) biasanya 0.05 ml
Pembuatan
Larutan penyerap H2O2 3 %
Tuang
30 ml Larutan H2O2 kedalam piala gelas >>
Tambahkan Air Suling hingga bervolume 1000 ml >> Tambahkan indicator
MM:MB 2-3 tetes >> Aduk >> Titar dengan larutan H2SO4
hingga tidak berwarna
Pembuatan
Larutan Borat 0.025 M
Larutkan
19.0685 gram Na2B4O7.10H2O
dalam labu ukur 2 liter
Standarisasi
Larutam Borat
Dipipet
5 ml larutan Borat >> Tambahkan Indikator
MM:MB 2-3 tetes >>. Titar dengan H2SO4 0.01 N hingga berwarna
pink.
Calorific
Value
►
Adalah
nilai energi yang dapat dihasilkan dari pembakaran batubara.
►
Nilai
kalori batubara dapat dinyatakan dalam satuan: MJ/Kg , Kcal/kg, BTU/lb
►
Nilai
kalori tersebut dapat dinyatakan dalam Gross dan Net
►
Nilai
Kalori dapat dinyatakan dalam satuan yang berbeda :
§
Calorific
Value (CV)……(Kcal/kg)
§
Specific
Energy (SE) ….(Mj/kg)
§
Higher
Heating Value (HHV) = Gross CV
§
Lower
Heating Value (LHV)= Net CV
§
British
Thermal Unit = Btu/lb
Tabel Konversi Nilai Kalori
Sifat-Sifat
Calorific Value
►
Nilai
Kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat
batubara, semakin tinggi nilai kalorinya.
►
Pada
batubara yang sama Nilai kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan juga Abu.
Semakin tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya.
Penetapan Nilai Calorific Value
Timbang
1 gram sample berukuran 0.212 mm pada dish calorific value >> pasangkan
pada bom calorimeter >> tambahakn gas O2 murni
kedalamnya >> Masukan & pasang ke alat Kalorimeter >> Input
nomor bom yang digunakan >> Input bobot sample >> Running analisis
Perhitungan
Net
CV(Kcal/g) = {{Gross CV(Mj/kg)}–{0.0942X% TS}} X 238.8461
(Kualitas
Batubara presented by PT Geoservices LTD.)
Miling atau Pulvilizaer
Parameter-parameter
yang berpengaruh adalah sebagai berikut :
·
Moisture
·
Calorific Value
·
Ignition Temperature
·
Abrasive Index
·
Hardgrove Grindability Index
(HGI)
·
High Density Dilution
·
Contamination
Moisture
•
Semakin tinggi moisture semakin tinggi temperature air
inlet yang diperlukan untuk mencapai mill outlet temperature yang
sudah ditentukan. Semakin tinggi temperature air inlet semakin tinggi resiko
terjadinya mill fire.
•
Semakin tinggi moisture semakin tinggi coal load
yang diperlukan untuk mencapai energy inlet yang diperlukan untuk
mencapai beban energy output yang diperlukan, dan semakin tinggi resiko
terjadinya mill trip karena overload
Calorific
Value
•
Semakin rendah nilai kalori maka semakin tinggi feeding
batubara yang diperlukan untuk memenuhi beban output yang diperlukan. Semakin
tinggi load yang diperlukan semakin tinggi resiko terjadinya mill
trip karena overload.
•
Semakin rendah nilai kalori semakin banyak mill yang
harus digunakan untuk memenuhi coal feeding yang diperlukan, dan semakin
tinggi maintenance yang diperlukan
Abrasive
Index
•
Semakin tinggi abrasive index, akan semakin tinggi mill
wear ratenya, dan cost maintenancenya semakin tinggi.
•
Semakin tinggi mill wear rate, semakin tinggi
frekwensi penggantian spare part mill dan mengakibatkan memperkecil availability
mill
Handgrove
Grindability Index (HGI)
•
Semakin rendah HGI, akan semakin tinggi mill
power consumption, dan semakin tinggi auxiliary power yang
diperlukan, dan akibatnya akan mengurangi efisiensinya.
•
Semakin rendah HGI akan semakin tinggi coal mill
recyclenya dan mempertinggi resiko terjadinya mill trip karena overload
`
•
Semakin rendah HGI, akan semakin rendah jumlah
ukuran fine particlenya, sehingga akan berpengaruh terhadap burn out
efisiensinya.
High
Density Dilution
•
Semakin tinggi kandungan dilusi dengan density
tinggi, akan semakin tinggi jumlah Mill Pyrite Rejectnya, sehingga
mempengaruhi mill capacity
Contamination
•
Kontaminasi non coal sangat tidak diinginkan karena
akan merusak system millnya, dan beresiko terjadinya mill trip.
Furnace
Parameter-parameter
yang berpengaruh adalah sebagai berikut :
•
Calorific Value
•
Volatile Matter (Fuel ratio)
•
Ultimate Analysis
•
Ash Content
•
Ash Fusion Temperature
•
Ash Composition
Calorivic
Value
•
Semakin
rendah nilai Kalori, semakin tinggi jumlah konsumsi batubara untuk mencapai beban
output yang diperlukan, serta semakin tinggi jumlah udara yang diperlukan.
•
Semakin
rendah nilai kalori, akan semakin tinggi tingkat emisi gas CO2
(GHG) yang dihasilkan pada beban output yang sama
Volatile Matter (Fuel ratio)
•
Semakin
tinggi nilai volatile matternya maka akan semakin reactive batubara tersebut.
Sehingga semakin tinggi burn out efisiensinya.
•
Semakin
tinggi Fuel Rationya, maka semakin turun reaktifitasnya dan akan semakin kecil burn
out efiiensinya.
Ultimate
Analysis (C,H,N,S,O)
•
Sulfur dan Nitrogen diunakan
dalam menghitung atau memprediksi emisi gas SOx dan NOx
yang akan dihasilkan. Gas SOx dan NOx adalah gas polutan
yang akan berdampak buruk bagi lingkungan.
•
Kadar
Sulfur dan Nitrogen yang tinggi sangat tidak diinginkan oleh para
pengguna batubara karena selain emisi yang dihasilkan akan tinggi juga karena
sifat dari gas-gas tersebut yang korosif.
•
Sulfur dalam batubara juga dapat menyebakan Slagging
pada pipa-pipa boiler
Ash
Content
•
Semakin
tinggi ash content suatu batubara akan semakin tinggi juga yield abu batubara
yang akan dihasilkan. Dengan demikian akan semakin tinggi juga cost
untuk waste handlingnya.
Ash
Fusion Temperature
•
AFT
digunakan dalam memprediksi secara empiris ash characteristic
pada saat pembakaran
•
Secara
umum, batubara yang memiliki AFT-IDT >1300oC tidak berpotensi
menyebabkan slagging kecuali ada kondisi operasional yang
mempengaruhinya.
Ash Composition
•
Ash
composition atau Ash analysis, dalam utilisasi batubara di power plant sangat
penting dalam memprediksi characteristic abu batubara dalam tungku boiler,
khususnya sifat Slagging dan Fouling.
Slagging
: Pengotoran pipa-pipa boiler oleh abu
batubara di daerah Radiasi
Fouling
: Pengotoran pipa-pipa boiler didaerah
konveksi
(Coal Utilization for Power Plant
presented by PT. Geoservices LTD.)
Swabakar
Batubara di Stockpile
Melihat geografi Indonesia dengan iklim tropis yang
mempunyai curah hujan dan kelembaban yang tinggi serta temperatur sampai di atas 30 ° C, maka pencegahan bahaya
kebakaran batubara pada saat penimbunan di
area stockpile dalam segi
penanganannya patut mendapatkan perhatian serius mengingat korban manusia dan
harta yang dapat ditimbulkanya.
Pada tahun 1870 untuk pertama kali Richter menyelidiki
dan menyatakan bahwa terjadinya swabakar (Self Combustion) pada batubara karena aktivitas penyerapan oksigen.
Terjadinya swabakar dalam hubunganya dengan peringkat batubara adalah semakin
rendah peringkatnya maka semakin tinggi terjadinya resiko kebakaran. Reaksi
swabakar dapat digambarkan sebagai berikut :
Reaksi sederhana kejadian swabakar batubara adalah:
C + O2
(>5%) -> CO2 (150°F - 200° F)CO2 + C --> CO (212° F - 300° F)
1. Oksigen diserap oleh C (karbon) yang ada dalam
batubara yang kemudian menghasilkan CO2 dan panas dengan
persamaan reaksi: C + O2 > CO2 + panas
2. Reaksi selanjutnya
menghasilkan CO dan suhu yang tinggi, dengan persamaan reaksi sebagai
berikut : CO2 + C >
CO + panas
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa swabakar pada
timbunan batubara
di area stockpile sebenarnya merupakan peristiwa oksidasi
batubara padat (solid) oleh pengaruh oksigen.
Tahapan Terjadinya swabakar
di stockpile batubara menurut Sukandar Rumidi adalah
1. Mula-mula batubara
akan menyerap oksigen dari udara secara perlahan
lahan dan kemudian temperatur udara akan naik
2. Akibat temperatur
naik kecepatan batubara menyerap oksigen dan udara
bertambah dan temperatur kemudian akan mencapai 100 – 1400oC
3. Setelah mencapai temperatur 1400oC, uap dan CO2 akan terbentuk Sampai
temperatur 2300oC, isolasi CO2
akan berlanjut. Bila temperatur telah berada di atas 3500oC, ini berarti batubara telah mencapai titik sulutnya dan akan cepat terbakar.
1.2. Sebab-sebab Terjadinya Swabakar (Spontaneus
Combustion)
Batubara merupakan bahan bakar organik, dan apabila
bersinggungan langsung dengan udara dan dalam keadaan temperatur tinggi akan
terbakar sendiri. Keadaan ini akan dipercepat oleh :
1. Reaksi eksothermal, hal ini yang paling sering terjadi
2. Bakteria
3. Aksi katalis dari benda-benda anorganik
Sedangkan
kemungkinan terjadinya swabakar terutama disebabkan antara lain:
1.
Karbonisasi yang rendah (low carbonization).
2. Kadar belerangnya tinggi (>2%) dengan ambang batas kadar belerang 1,2 %.
1.3. Oksidasi Batubara2. Kadar belerangnya tinggi (>2%) dengan ambang batas kadar belerang 1,2 %.
Batubara akan menjadi panas bila terdapat oksigen.
Kecepatan hantaran panas dipengaruhi oleh massa batubara, derajat kekompakanya,
unsur kimia, umur geologi, rank, inherent oksigen dan air lembab. Bagian unsur
kimia yang terkadang dalam batubara mulai teroksidasi bila disingkapkan
ke udara bebas pada saat penambanganya. Seperti diketahui, batubara adalah
campuran padat dari persenyawaan hidrokarbon yang mengandung: Karbon,
hidrogen, sulfur, nitrogen dan oksigen dalam struktur molekuler
organiknya. Disamping itu, terdapat pula kandungan mineral pembentuk abu
seperti : serpih-serpih, lempung, batu pasir dan pirit.
Menurut berita PPTM No. l 1 Tahun 9, bahwa, kadar
organik batubara terdiri dari 50-90% karbon, 2-8% hidrogen, 2 -
20 % oksigen, kurang dari 2 % nitrogen dan sulfur yang
terdapat dialam bentuk organik dan mineral sebesar 0,2 - 8%. Semua
elemen organik dan elemen logam seperti besi, bereaksi dengan oksigen.
Beberapa unsur berkecepatan reaksi lebih tinggi dari yang lain, namun pada
umumnya terjadi liberi energi dalam bentuk panas.
Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan proses kimiawi
antara pembakaran dengan proses oksidasi lambat, perbedaan hanya terdapat pada
kecepatan oksidasi, sehingga temperatur terjadinya reaksi berbeda. Proses
oksidasi berlangsung berkesinambungan, walau kecepatanya dapat berubah, namun
reaksi tidak akan berhenti selama masih terdapat oksigen. Itulah sebabnya,
terjadi fenomena yang dikenal sebagai swabakar 1 stockpile . Alasan dalam hal
ini ialah kecepatan pembebasan energi sebagai panas melampaui kecepatan
kemampuan membuang panas keluar tumpukan batubara, sehingga temperatur
terakumulasi dan naik sampai ke tingkat dimana pembakaran aktif terjadi.
Kecepatan penyerapan oksigen pada kondisi
tempertur konstan yang berkurang dengan bertambahan waktu, memberikan indikasi
kegiatan oksidasi makin progesif pada bagian-bagian partikel yang
berhubugan dengan udara. Kecepatan oksidasi makin progesif pada bagian
-bagian partikel yang berhubungan dengan udara. Kecepatan oksidasi bervariasi menurut peringkat batubara yang dalam hal ini dinyatakan sebagai persentasi zat terbang.
Sebagai contoh antrasit (rank tinggi) teroksidasi dengan kecepatan yang amat rendah, sedang batubara bituminus
dengan kandungan zat terbang tinggi dapat teroksidasi dengan kecepatan yang lebih tinggi. Makin
berkurangnya rank batubara, kandungan oksigen makin meningkat dan rank
batubara yang rendah mengoksidasikan lebih cepat daripada rank
diatasnya.
1.4 Parameter Kualitas Batubara
Parameter kualitas batubara ditentukan berdasarkan
analisis batubara yang umumnya dilakukan dengan metode, yaitu :
1.
Analisa Proksimata. Kandungan air (Moisture content)
a.1. Total Moisture
Adalah banyaknya air yang terkandung dalam batubara
sesuai kondisi di lapangan (Ar), baik terikat secara kimiawi maupun akibat
pengaruh kondisi diluar. Pada prinsipnya total moisture merupakan jumlah air
yang terkandung dalam batubara baik air bebas (FM = Free Moisture) maupun air
terikat (IM = Inherent Moisture)
a.2. Free Moisture
Adalah air
yang diserap oleh permukaan batubara akibat pengaruh dari luar.
a.3. Inherent Moisture (Air bawaan)
Adalah
kandungan air bawaan pada saat terbentuk batubara.
b. Kandungan Abu (Ash Content)
Merupakan sisa-sisa zat organic yang terkandung dalam
batubara setelah dibakar. Kandungan abu dapat dihasilkan dari pengotoran bawaan
dalam proses pembentukan batubara maupun perkotoran yang berasal dari proses
penambangan. Abu batubara merupakan bagian yang tidak hilang pada waktu
pembakaran batubara tersebut. Komposisi utama abu batubara adalah : Si, A1, Fe,
Ti, Mn, Na, K, Silikat, Sulfida, Sulfat dan Fosfat.
c. Zat terbang (Volatile Matter)
Merupakan zat aktif yang menghasilkan energilpanas
apabila batubara tersebut dibakar dan terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar
seperti hydrogen, karbonmonoksida (CO) dan metan. Zat terbang ini sangat erat
kaitannya dengan rank dari batubara., makin tinggi kandungan airterbang (VM)
makin rendah kualitasnya. Dalam pembakaran karbon padatnya, sebaliknya zat
terbang rendah akan mempersulit proses pembakaran.
d. Karbon Tertambat (fixed carbon)
Merupakan angka diperoleh dari hasil pengurangan 100%
terdapat jumlah kandungan airlembab, kandungan abu dan zat terbang. Dengan
adanya pengeluaran zat terbang dalam kandungan air, maka tertambat secara
otomatis akan naik sehingga makin tinggi kandungan karbonnya, kelas batubara
semakin naik.
e. Nilai Kalori (Calorific Value)
Harga nilai kalor merupakan penjumlahan dari
harga-harga panas pembakaran unsur-unsur pembakaran batubara. Nilai kalor
terdiri atas Gross Calorie Value yaitu nilai kalor yang biasa dipakai sebagai
laporan analisis dan Net Caloric Value yaitu nilai kalor yang benar-benar
dimanfaatkan dalam proses pembakaran batubara.
a. Penentuan Karbon (C) dan Hidrogen (H)
Kedua sistem ini ditentukan dengan cara yang sama
dalam operasi yang bersamaan. Nilai karbon mencakup kandungan karbon dari
karbon - karbon mineral.
b. Penentuan Nilai Kalori
Pengukuran
unit panas yang dibebaskan bila satu unit massa bahan bakar padat dibakar dalam
sebuah bom dibawah kondisi standar. Hasil-hasil
analisa itu sendiri harus beracuan pada basis-basis analisa (reference basis).
Basis yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut :
b.1 As received basis (Ar)
Basis analisa dimana contoh batubaranya diambil dari
suatu tempat (lapangan) dan langsung dianalisa. Pada keadaan ini total
kandungan air + zat terbang + kadar karbon + kandungan abu = 100%.
b.2. Air dry basis (Adb)
Basis analisa dimana contoh batubaaranya dikeringkan
pada udara terbuka untuk menghilangkan free moisture dan sisanya inherent
moisture, sehingga inherent moisture + zat terbang + kadar karbon + kadar abu =
100%.
b.3. Dry Basis (Db)
Basis analisa dimana contoh batubaranya telah
dikeringkan pada temperature tertentu sampai inherent moisturenya hilang,
sehingga zat terbang + kadar karbon + kandungan abu = 100%.
adalah kondisi batubara yang telah diproses
dilaboratorium sehingga bebas dari air dan bebas dari kandungan abu.
b.5. Dry mineral matter free (Dmmf)
adalah kondisi batubara yang bebas dari total moisture
dan bahan anorganik dalam batubara tersebut.
2.5.
Area StokpileUntuk area stockpile faktor-faktor yang mempengaruhi swabakar yaitu:
1.
Pengaruh
Volatile matter volatile matter adalah zat terbang yang
terkandung dalam batubara. Kandungan zat terbang ini erat kaitannya dengan rank
batubara. Semakin tinggi kandungan zat terbangnya semakin tinggi volatile
matter dalam batubara maka semakin banyak panas yang ditimbulkan dan akan
mempercapat terjadinya swabakar.
2.
Pengaruh Sulfur
Semakin tinggi kadar sulfur dalam batubara, makin cepat terjadinya
swabakar dalam batubara begitu sebaliknya.
3.
Pengaruh
Moisture Content (Kandungan air) Kandungan air dapat dibedakan atas kandungan
air bebas (free moisture) kandungan air bawaan (inherent moisture), kandungan airtotal
(total moisture). Semakin banyak kandungan air dalam batubara maka semakin
banyak panas yang diperlukan untuk mengubah air menjadi uap. Namun demikian
jika kadar kelembaban batubara kecil, maka terjadinya kenaikan suhu dalam timbunan akan semakin cepat.
4.
Pengaruh
Kualitas (rank) Rank batubara sangat erat hubungannya dengan kandungan volatile
metter, dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa batubara yang kandungan volatile
matternya rendah mempunyai derajat yang tinggi demikian sebaliknya. Pada
pembakaran spontan untuk timbunan batubara tidak hanya dinilai dari derajatnya
saja, tapi harus diketahui kandungan volatile matternya, semakin tinggi
kandungan volatile matter pada rank batubara semakin besar kemungkinan
terjadinya pembakaran spontan dan sebaliknya.
5.
Pengaruh
fixed carbon (karbon tertambat) Seperti diuraikan sebelumnya bahwa kandungan
volatile matter berhubungan erat dengan kandungan karbon padat. Semakin tinggi
volatile matter maka akan mempercepat pembakaran karbon padatnya. Apabila suhu semakin naik dengan kandungan volatile matter yang
tinggi akan menyebabkan kandungan karbon mengecil sehingga pembakaran spontan
semakin cepat terjadi.
6.
Pengaruh
kandungan abu Pengaruh abu terhadap timbunan batubara dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
a. Pengaruh abu yang dikandung oleh batubara.
Untuk itu perlu diketahui unsur-unsur yang terdapat dalam abu tersebut,
hal yang dapat menunjang yaitu : kandungan sulfur yang terdapat dalam abu yang
berasal dari mineral-mineral yang mengandung belerang seperti FeS,
semakin banyak abu yang mengandung belerang maka semakin cepat
terjadinya pembakaran spontan.
b. Pengaruh debu dan partikel dari luar
Bila abu dari luar mengandung sulfur,
hal ini tidak menimbulkan reaksi terhadap timbunan batubara. Keadaan ini akan
memperlambat terjadinya pembakaran spontan karena abu tersebut merupakan
partikel halus yang dapat menyelimuti timbulnya tersebut. Dengan banyaknya abu
yang menutupi permukaan timbunan batubara akan mengisi lubang-lubang pada
permukaan batubara, maka akan mempersulit masuknya udara luar terhadap timbunan
batubara tersebut. Dengan kata lain semakin banyak abu dari luar semakin banyak
abu dari luar semakin lambat terjadinya pembakaran spontan.
7.
Pengaruh
ukuran butir batubara Bila batubara dibentuk menjadi suatu timbunan yang
terdapat dari butiran halus dan kasar, maka dapat dijelaskan bahwa suatu
timbunan yang berbutir halus, maka porositas atau rongga butir yang satu dengan
yang lain adalah lebih besar dibandingkan dengan butir kasar. .Iumlah udara
yang tersedia dalam timbunan batubara halus lebih mampu membuang panas yang
ditimbulkannya jika dibandingkan dengan ukuran batubara kasar atau semakin
halus butirannya pembakaran spontannya semakin lambat.
8.
Pengaruh
ketinggian timbunan Untuk menentukan terjadinya pembakaran spontan, harus dapat
diketahui hal-hal sebagai berikut : suatu timbunan batubara yang terjadi dari
butiran halus dan kasar, akan terjadi segresi ukuran dalam timbunan, dimana
butir batubara yang kasar mengumpul dibagian bawah (lantai) dan butiran yang halus
mengumpul di puncak dan bagian dalam timbunan. Dengan kata
lain timbunan yang tinggi, jarak atau panjang aliran udara lebih panjang bila
dibandingkan dengan timbunan rendah dengan sirkulasi udara yang pendek, panas
yang ada pada timbunan batubara yang tinggi dengan sirkulasi udara yang panjang
akan memperlambat pembuangan panas yang ada dalam timbunan sehingga mempercepat
terjadinya pembakaran spontan.
Referensi
1. Anonim, (2007), “Swabakar
Batubara” http://www.tekmira.esdm.go.id2. Anonim, (2006), “Penyusunan Neraca Batubara dan Gambut” http://www.dim.esdm.go.id
3. Anonim, (2008), “Tahapan Penambangan Batubara” http://methdimy.blogspot.com
(Self Combustion Fact Writted by anonim,2011)
DASAR-DASAR
ANALISIS
1.DASAR KERJA LABORATORIUM
APD : Peralatan
(seperti kaca mata, sarung tangan, dan helm) yang dikenakan untuk melindungi
diri dari kecelakaan yang mungkin terjadi di tempat kerja
Buret : Alat ukur
volume berdasarkan volume yang dikeluarkan dan digunakan untuk keperluan
titrasi
Corong : Alat bantu
untuk untuk mengalirkan cairan memasuki mulut wadah berukuran.
Identifikasi :
Penentuan identitas
Instrumentasi :
Susunan atau rangkaian peralatan
Iritatif : Bersifat
iritatif/mengganggu
Kompetensi : Ketrampilan, pengetahuan dan perilaku untuk
melaksanakan suatu pekerjaan atau profesi secara baik, benar dan cepat
Konsep mol :
Konsep perhitungan dalam ilmu kimia berdasarkan jumlah N (N=Bilangan
Avogadro=6,02x1023)
Label : Sepotong
kertas, kain, kayu atau logam yang bertuliskan petunjuk singkat
Laboratorium : Tempat atau ruang tetentu yang
berisikan peralatan untuk melaksanakan penelitian atau pekerjaan yang
bersifat penelitian dan penetapan
Labu ukur :
Yaitu peralatan gelas berbentuk buah labu yang berfungsi untuk menakar volume
tertentu cairan
Mol
: Gram suatu zat dibagi berat molekul(BM) atau Berat
atom
Molaritas : Konsentrasi dari suatu larutan yang
dinyatakan dalam mol terlarut dalam 1 liter larutan
Neraca Analitik :
Neraca dengan tingkat ketelitian tinggi pada penimbangan jumlah zat yang rendah
dengan resolusi lebih kecil dari 1 mg
Pereaksi : Bahan kimia yang digunakan untuk mengubah
analit ke bentuk terukur secara selektif
Pipet tetes : Alat gelas kecil yang dilengkapi bola karet
kecil digunakan untuk meneteskan cairan
Prosedur :
Kumpulan instruksi kerja
Solute : Zat yang
terlarut dalam larutan
Solven : Pelarut
Solution/larutan : Pencampuran secara homogen solut
dengan solven
Unit Kompetensi : Satuan aktifitas lengkap terkecil yang
masih bisa diukur yang berisikan ketrampilan, pengetahuan dan sikap
Analit : Zat yang dianalisis
Digest : dipanaskan dalam larutan = warmed
in the solution).
Faktor gravimetri
: jumlah gram
analit di dalam 1 gram endapan
Gravimetri :
analisis kimia melalui penentuan berat
Gravimetri pengendapan : gravimetri
dimana komponen yang diinginkan diubah menjadi bentuk yang sukar larut
Gravimetri
penguapan : gravimetri
dimana komponen yang tidak diinginkan
diubah menjadi uap
Ion kompleks :
ion yang merupakan gabungan
antara atom pusat dan ligan
Ion senama :
ion yang sejenis
dengan ion-ion yang ada dalam sistem kesetimbangan kelarutan
Kelarutan molar :
jumlah mol zat yang
melarut dalam satu liter larutan jenuh pada suhu tertentu
Kelarutan zat :
jumlah zat yang
melarut dalam satu liter larutan jenuh pada suhu tertentu yang dinyatakan dalam
mol atau gram.
Kesetimbangan
kelarutan : sistem kesetimbangan dari elektrolit yang sukar larut
Kontaminasi
endapan :
pengotoran suatu endapan yang
diakibatkan terserapnya zat lain
Kontaminasi kopresipitasi: pengotoran
suatu endapan oleh zat lain yang larut dalam pelarut
Kontaminasi oklusi : pengotoran
suatu endapan saat terjadinya pertumbuhan kristal
kontaminasi postpresifitasi:pengotoran
suatu endapan karena timbulnya pengendapan berikutnya
Peptisasi : pengendapan halus pada waktu
pencucian
pH : Logaritma negatif ion hidrogen dalam larutan
(- log [H+])
Sampel : sebagian kecil dari bahan yang
dipilih sehingga mewakili keseluruhan bahan tersebut.
disebut
juga cuplikan atau contoh
Sampling : proses
pengambilan sampel dari keseluruhan bahan
Tetapan hasilkali kelarutan: tetapan
kesetimbangan dari elektrolit yang sukar larut
diberi simbol
Ksp atau solubility
product constant
Secara
ringkas penanganan laboratorium digambarkan sebagai berikut :
Membersihkan
tumpahan menggunakan zat pembersih dan peralatan pelindung yang benar.
Penanganan yang sangat tepat adalah
dengan mengikuti data/ petunjuk penanganan bahan dalam “Material Safety Data
Sheet” (MSDS)
Prosedur penanganan
tumpahan secara umum adalah :
Ø
Kenali
tumpahan/identifikasi bahan yang tumpah dan mengetahui teknik aman
penanganannya.
Ø
Pastikan penggunaan
alat pengaman diri
Ø
Cegah tumpahan
meluas dan hentikan sumber tumpahan jika
hal tersebut aman dilakukan.
Ø
Tangani (di tempat)
dengan cara yang tepat.
Secara umum proses yang dilakukan adalah netralisasi.
Bahan yang paling umum digunakan untuk keadaan darurat apabila terjadi tumpahan
adalah pasir, tanah, natrium karbonat dan kapur. Tetapi untuk penanganan yang
lebih tepat dapat dilihat di dalam “Material
Safety Data Sheet” (MSDS).Bekas tumpahan bahan kimia di area kerja dapat
dibersihkan dengan air, sabun/detergen, atau pembersih lain yang sesuai dengan
bahan pengotornya.
Ø
Simpan semua limbah
pada tempatnya yang sesuai kemudian tutup untuk penanganan lebih lanjut
Ø
Bersihkan pastikan
kembali area tersebut telah bersih dan aman.
Membuang limbah sesuai dengan prosedur yang relevan
Limbah yang
dihasilkan di area kerja dan/atau selama bekerja perlu ditangani sehingga tidak
berbahaya bahkan mencemari lingkungan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang
jenis-jenis limbah, penyimpanan secara terpisah, penanganan untuk
mereduksi atau mengurangi tingkat
bahayanya dan penyimpanannya perlu untuk diketahui jenis dan cara penanganan
limbah antara lain :
Peralatan gelas yang pecah disimpan dalam tempat tertentu dan diberi label.
Peralatan gelas yang pecah disimpan dalam tempat tertentu dan diberi label.
Ø
Kertas tisu (paper towel) dan limbah yang tidak berbahaya sejenis lainnya dapat
digolongkan ke dalam limbah umum setelah yakin bahwa tidak terdapat kontaminasi
mikroorganisme.
Ø
Cairan/larutan mudah
larut dalam air dan tidak berbahaya dapat dibuang langsung ke wastafel dengan
dibilas menggunakan banyak air. Untuk larutan asam/ basa perlu dinetralkan
terlebih dahulu sebelum dibuang.
Ø
Bahan organik limbah
yang mudah terbakar harus disimpan pada tempat tertentu dan diberi label.
Ø
Bahan-bahan
anorganik yang mengandung logam berat disimpan pada tempat khusus.
Ø
Bahan-bahan yang
mencemari lingkungan harus dipisahkan dan perlu penanganan pendahuluan .
Ø
Petrifilm & media
agar yang telah digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu, dibakar/disimpan
di tempat tertentu.
Limbah-limbah tersebut perlu diolah/ditangani lebih lanjut. Hal ini dapat
dilakukan oleh pihak lain, limbah yang telah diolah harus memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan.Berdasarkan cara penyimpanannya, limbah dapat dibagi dalam 8
klas :
Ø
Limbah yang
mengandung Halogen-bebas pelarut organik.
Ø
Limbah yang
mengandung halogen dengan pelarut organik dan larutan yang mengandung
bahanbahan organik (jangan disimpan pada bahan yang terbuat dari aluminium).
Ø
Limbah residu bahan
organik padat disimpan dalam kantong plastic (plastic bags) atau pada kemasan aslinya.
Ø
Limbah larutan garam
; pH dalam tempat penyimpanan harus selalu disesuaikan (antara 6-8).
Ø
Limbah beracun bahan
anorganik termasuk juga garam-garam dari logam-logam berat dan larutannya.
Disimpan pada tempat yang tertutup rapat dan label yang jelas.
Ø
Limbah beracun dan
senyawa mudah terbakar.
Ø
Tempat penyimpanan
yang tertutup dan tidak mudah pecah. Label yang jelas.
Ø
Limbah raksa dan
garam garam anorganik raksa.
Ø
Limbah dapat diolah
kembali (regenerable) dari residugram-residugram logam. Masing-masing garam
logam disimpan terpisah.
Ø
Limbah anorganik
padat
PROSES PEMBERSIHAN DAN PENANGANAN PERALATAN GELAS.
Cara kerja yang baik untuk membersihkan alat gelas adalah sebagai berikut :
Cara kerja yang baik untuk membersihkan alat gelas adalah sebagai berikut :
1. Pemilahan
peralatan yang akan dibersihkan bertujuan untuk mempermudah pencucian dan
pemilihan bahan pencuci.
2. Alat
gelas yang pecah dan/atau retak ditempatkan pada tempat penyimpanan khusus dan
diberi label alat gelas pecah untuk penanganan lebih lanjut.
3. Kontaminasi
kotoran dapat dihilangkan secara mekanik dari alat gelas. Contohnya dengan cara
disikat dan dikocok dengan air (jika perlu ditambahkan serpihan kertas saring).
4. Minyak
atau lemak dihilangkan dengan pelarut yang sesuai. Alat sebaiknya diisi dengan
air sabun/detergen dan dikocok. Kemudian dibilas beberapa kali dengan air
hingga bersih. Bila alat masih baru cukup dicuci dengan asam encer, air,
methanol/etanol/aseton dan dikeringkan dengan aliran udara (jangan dipanaskan).
5. Tetapi
jika setelah menggunakan pembersih ini alat masih berlemak, dengan adanya
tetesan-tetesan air melekat (bergantungan) pada bagian dalam kaca, perlu
digunakan larutan pembersih dikromat. Ini dilakukan dengan membasahi permukaan
bagian dalam alat itu dengan larutan dikromat asam atau merendamnya dalam
larutan ini. Jika cara ini tidak berhasil, artinya alat masih kotor,
selanjutnya alat dicuci dengan larutan kalium permanganat. Penggunaan larutan
ini biasanya menimbulkan noda berwarna coklat oleh MnO2 pada kaca. Untuk
menghilangkan noda ini digunakan HCl pekat, kemudian dibasahi dengan banyak
air.
Alat-alat
laboratorium
1.
Gelas Piala (beaker glass)
Pada umumnya gelas piala berbibir sumbing, yaitu :
·
agar mudah menuangkan isinya.
·
sebagai tempat menonjolnya pengaduk dibawah kaca
arloji.
·
sebagai lubang keluar gas, bila piala ditutupi
kaca arloji.
Gelas
piala yang banyak dipakai berukuran 400 ml, sering juga dipakai piala yang
berukuran 250 ml, 600 ml atau 800 ml. pengisian gelas piala harus diatur
sedemikian rupa, sehingga perbandingan antara isi cairan dan besar piala yang
akan dipakai kira-kira 1 : 2.
2).
Kaca Arloji (Watch glass)
Kaca arloji yang baik terbuat dari kaca pyrex, sedangkan ukuran penampang lintangnya berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Alat ini digunakan untuk menutup piala yang berisi larutan (waktu Pemasangan). Dapat pula digunakan sebagai alat penimbang contoh padatan (bila tidak tersedia sekoci timbang) atau untuk menguapkan cairan.
3).
Labu semprot (washed bottle)
Labu
semprot dipakai untuk menyimpan air suling yang akan dipergunakan sebagai
pelarut contoh atau pencuci endapan, untuk membersihkan dinding bejana dari
sisa-sisa endapan, atau membilas kaca arloji/lempeng kaca yang telah dipakai
sebagai penutup piala.
4) Pengaduk ( rod stirrer)
Batang
kaca masif (3,5 mm) yang tumpul kedua ujungnya dan digunakan untuk mengaduk
larutan. Dapat pula digunakan untuk membersihkan endapan pada dinding bejana
untuk keperluan yang akhir ini ujungnya diselubungi karet (rubber policeman).
5.
Corong
Corong
yang baik berbentuk kerucut bersudut 60o digunakan untuk mentuskan atau
menyaring. Biasanya berdiameter 57,9 cm, sedangkan tangkainya berpenampang
lintang + 4 mm tidak boleh lebih panjang dari 15 cm (sedikit lebih panjang dari pada tinggi kerucut).
6.Gelas
Ukur
Gelas
ukur biasanya digunakan untuk mengukur cairan tanpa terlalu teliti, dan yang
sering digunakan berukuran 25 ml sampai 250 ml. Waktu digunakan, gelas ukur
dipegang dengan tangan kiri dan ibu jari menunjukkan garis batas volume yang
dikehendaki. Kemudian gelas ukur diangkat sehingga garis batas volume sama
tinggi dengan mata pengukur. Akhirnya tangan kanan menuangkan cairan yang akan
diukur kedalam gelas ukur tersebut. Hingga miniskus sejajar dengan garis batas
tersebut.
7.
Eksikator (desikator)
Pada
umumnya eksikator digunakan untuk menyimpan cawan agar tetap kering, demikian
pula isi cawan. Agar eksikator betul-betul rapat udara antara tutup dan
mulutnya harus diolesi pelumas khusus atau campuran vaselin dan lilin tawon.
Sdangkan untuk menjaga agar udara didalamnya kering, diperlukan bahan pengering
seperti :
CaO,
CaCl2 anhidrida Al2O3, Mg (ClO4)2
anhidrida P2O5, silicagel atau H2SO4 pekat.
Perhatian
:
Jangan memasukan benda yang
terlalu panas kedalam eksikator sebab udara didalamnya akan berkembang dan
mengangkat tutup eksikator, sehingga terbuka/jatuh.
Disamping itu suhu benda didalam
eksikator akan lambat turunnya, sehingga tidak dapat cepat-cepat ditimbang.
8.
Cawan Porselin (Crucible) :
Biasanya
cawan perselin digunakan sebagai tempat mengabukan kertas saring dan memijarkan
endapan sehingga terbentuk senyawaan yang mantap.
Untuk beberapa pengerjaan seperti
peleburan (fusion) dengan Na2CO¬3¬, cawan perselin tidak, dapat digunakan.
Untuk pemijaran khusus (pada suhu tinggi) dapat digunakan cawan-cawan : kwarsa,
platina, emas, perak, besi atau alumunium (corundum).
9.
Lumpang (Mortar) :
Lumpang
biasanya digunakan untuk menggerus/menghaluskan contoh untuk analisis.
Ada
beberapa macam lumpang yang digunakan dilaboratorium kimia antara lain :
a.
Lumpang porselin
Tidak boleh digunakan untuk
menggerus contoh analisis yang keras-keras (terutama serba macam garam) agar
contoh tidak tercampur debu porselin.
b.
Lumpang akik (agate)
Digunakan untuk menghaluskan
contoh analisis. Oleh karena itu akik berpori cairan tidak boleh terlalu lama
dibiarkan dalam lumpang akik, sebab akan diabsorbsi. Juga akik tidak boleh
dipanaskan agar tidak pecah.
c.
Lumpang Alumina
Lumpang
Alumina (kekerasan = 9) dapat menggantikan l umpang
akik.
10.
Gegep/Tang Cawan (Crucible Tang)
Tang
cawan yang baik terbuat dari Nikel atau Baja tahan karet (stainless steel) dan
digunakan untuk mengambil cawan panas. Untuk mengambil cawan platina sebaiknya
digunakan tang yang ujungnya di lapisi platina.
10.
Pemanas Listrik (Hot Plate)
Pemanas
listrik (100 – 200oC) digunakan untuk memanaskan/mendidihkan cairan
yang mudah terbakar.
11.
Penangas Air (Water Bath)
Penganas
air digunakan untuk memanaskan endapan, menguapkan cairan dsb. Pada suhu
dibawah 100oC. alat ini terbuat dari tembaga, diisi air setengah
penuh dan dipanaskan dengan pembakar Bunsen. Piala gelas berisi air mendidih
merupakan penangas air paling sederhana, penangas air terbuat dari baja tahan
karat, dipanaskan dengan tenaga listrik dilengkapi termostat.
12.
Peti Pengering (Oven)
Peti
pengering ada yang dipanaskan dengan gas listrik (250 -300oC) atau
uap air (90 – 95oC). alat ini digunakan untuk mengeringkan contoh
atau menetapkan kadar air dalam contoh.
Pada
umumnya sekarang dipakai tenaga listrik, oven dilengkapi termostat (pengatur
suhu) dan timer (pengatur waktu).
13.
Tanur :
Tanur
dibuat dari bata tahan api, dipanaskan dengna listrik dan dapat mencapai suhu
sehingga 1200oC. Biasanya dilengkapi dengan thermo couple dan pyro
meter, agar suhu dapat diatur sewaktu pemijaran (endapan, dll).
1) Menyaring
endapan dengan kertas saring
Untuk menyaring diperlukan corong dengana kerucut
bersudut 60o. Endapan yang kemudian akn dipijarkan harus dituskn
dengan kertas saring takberabu.Macam kertas saring tak berabu yang biasa
dipergunakan dilaboratorium antara lain seperti dalam daftar (menurut Whatman)
dibawah ini :
Tabel
2.nama kertas saring
Nomor Whatman tak berabu
|
Nomor Whatman tak berabu diperkeras
|
Sifat
endapan
|
Kecepatan
penyaring
|
Nomor Schleicher dan Schuell
|
41
|
541
|
Kasar dan yang seperti selai
|
Cepat
|
589
pita
hitam
|
43
|
|
Hablur
|
Sedang
|
|
40
|
540
|
Hablur
|
Sedang
|
589
pita
putih
|
44
42
|
542
|
Hablur
Halus
|
Perlahan
Lahan
|
589
pita biru (kertas barit)
|
Garis
tengah kertas saring bundar tak berabu yang biasa diperdagangkan berukuran
antara 5, 7, 9 dan 11 cm. namun yang banyak digunakan berukuran 9 dan 11 cm.
Ukuran
garis tengahkertas saring dipilih harus disesuaikan dengan banyaknya endapn
(bukan dengan volume cairan yang akan disaring) demikian rupa, sehingga pada
akhir pentusan seluruh endapan hanya mengisi sepertiga kapasitas kertas saring.
Setelah
diperoleh kertas saring cocok (nomor dan besarnya) pilihlah corong yang cocok
pula bagi kertas saring tersebut sehingga bila ini dipasang didalamnya,
pinggirannya berada10 – 20 mm, dibawah pinggir corong.
1
Gambar Tahapan melipat (folding) kertas
saring hingga memasang pada corong
Sekarang
kertas saring bundar ini dilipat satu kali tepat ditengah-tengah, lalu dilipat
sekali lagi, demikian rupa sehingga salah satu ujung sebelah dalam dirobek
sedikit lalu kerucut kertas saring ini dibuka dan dipasangkan dengan hati-hati
kedalam corong.
Dengan menggunakan botol semprot kertas saring
dibasahi dengan air suling sedikit, lalu
kertas saring ditekan-tekan dengan jempol kanan (yang bersih) untuk
menghilangkan gelombang udara yang berada antar kertas saring dan dinding dalam
corong.
Untuk
menjaga agar kertas saring berfungsi baik, kertas saring harus diisi dengan air
suling sampai hampir penuh. Bila sudah baik air akan turun dari corong sebagai
aliran halus dan segera akan memenuhi tangkai corong.
Jika
turunnya air perlahan-lahan, tetes demi tetes, kertas saring tersebut harus
diganti dengan yang baik. Kertas saring yang tidak tepat, akan menghambat
penyaringan.
Untuk
memulai penyaringan corong yang berisi kertas saring yang tepat, ditaruh dalam
rak/alat pemegang corong; dibawahnya ditaruh piala bersih dan diatur agar ujung
tangkai corong menempel pada dinding piala, sehingga tidak terjadi
cipratan-cipratan.
Takaran kuantitas yang layak dari bahan reaksi untuk
menyiapkan solusi dan mencatat data.
Persen
berat/volume (% b/v) :
Jumlah
gram dari zat terlarut dalam 100 ml larutan
Persen berat/berat (% b/b) :
Jumlah gram dari zat terlarut dalam 100 gram
larutan.
Persen
volume/volume (% v/v) :
Jumlah mililiter dari zat terlarut dalam 100 ml
larutan.
Kemolaran
atau Molaritas :
Jumlah
mole dari zat terlarut dalam 1 liter larutan.
M
= n/V
atau n = M x V
M
= Molaritas
(konsentrasi molar) larutan
n = Jumlah
mole zat terlarut
V = Volume
larutan dalam liter.
Kenormalan atau Normalitas :
Jumlah gram ekivalen (grek) zat terlarut dalam 1
liter larutan
N = e/V atau
e = N x V
N = Normalitas (konsentrasi normal) larutan
e = jumlah gram ekivalen (grek) zat
terlarut
V =
volume larutan dalam liter
Bagian
per sejuta (ppm) :
Jumlah miligram zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Contoh
perhitungan konsentrasi larutan
·
b/v %
Untuk
membuat larutan KCI 2% b/v sebanyakd dalam 500 ml diperlukan KCI :
=
500 X 2 gr
= 10 gr
100
·
b/b %
Untuk
membuat larutan NaOH 4% b/b sebanyak 100 gr diperlukan NaOH sebanyak :
4,0
gram X 100 g =
4,0 gr NaOH
100
gr
·
v/v %
10 x 200 ml = 20 ml
100
·
M
Untuk
membuat larutan AgNO3 0,1 M sebanyak 200 ml diperlukan AgNO3
sebanyak :
0,1
x 200 x
169,9 = 3,398 gr
1000
169,9
adalah berat molekul AgNO3
·
N
Untuk membuat larutan NaOH 0,1N sebanyak 100 ml diperlukan
NaOH sebanyak :
0,1 X 100 ml x 40,0 gr = 0,4 gr
1000 ml
·
ppm
Untuk membuat larutan 2 ppm K2Cr2O7
sebanyak 1000 ml larutan, K2Cr2O7 sebanyak :
2 mg x
1000 ml = 2 mgr
1000 ml
Catatan :
Zat
aktif dalam asam-asam adalah hidrogen
® Asam klorida mempunyai rumus kimia HC1 yang mengandung
hanya satu
hidrogen. Bila 0,1 mole HC1
dilarutkan dalam 1 liter larutan maka :
Molaritas larutan = 0,1 M
Normalitas larutan = 0,1 N
®
Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4 yang mengadung
dua
hidrogen. Bila 0,1 mole H2SO4
dilarutkan dalam 1 liter larutan maka :
Molaritas larutan = 0,1 M
Normalitas larutan = 0,2 N
Membuat
label dan rincian catatan larutan dalam catatan laboratoium
Pada umumnya, suatu buku harian laboratorium adalah buku
gabungan yang digunakan untuk mencatat hal-hal penting yang didapat dari
pelaksanaan suatu prosedur. Buku harian juga mencatat hal-hal tentang kebutuhan
termasuk tanggal, nama/judul dan rinciannya.
Selain hal-hal yang perlu seperti diatas, dalam buku
harian atau buku laboratorium digunakan juga untuk mencatat bahan-bahan yang
penting seperti :
1. Kapan
contoh itu datang ke laboratorium
2. Larutan
standar yangakan diperlukan
3. Kalibrasi
bahan yang diperlukan
Setiap wadah harus diberi etiket dengan benar sehingga
dapat diketahui isinya dengan benar. Etiket harus berisi informasi seperti
berikut :
1.
Nama atau rumus zat kimia
2. Kepekatan
3. Tanggal
pembuatan dan tanggal kadaluarsa
4. Inisial
(singkatan nama) pembuatan larutan
5. Nomor
stok/nomor kode
6. Stiker
peringatan bahaya
Masing-masing tempat kerja memiliki sistem
penyimpanan yang berbeda. Dan harus dikelompokkan sesuai dengan derajat bahaya,
kemudian disusun secara alfabetis.
Memindahkan
larutan ke dalam wadah berlabel dengan benar
Bila kita memindahkan larutan ke dalam suatu wadah baru
maka larutan tersebut mungkin :
1. Tercurah/tercecer,
2. Menetes,
3. Hilang
/ berkurang selama proses pemindahan.
4.
Untuk menghindari hal tersebut diatas perlu
dilakukan :
1. Batang
pengaduk
2. Corong.
Mencek larutan stok yang ada
Hal-hal penting yang perlu dilakukan dalam mencek
larutan stok yang ada :
1.
Memantau daya tahan larutan
kerja
2. Mengganti
larutan
3.
Melakukan analisis titrimetri
secara rutin/berkala
Pembahasan
Umum Tentang Titrasi
Titrasi adalah suatu jenis
volumetri. Dalam titrasi, analit direaksikan dengan suatu bahan lain yang
diketahui/dapat diketahui jumlah mol-nya dengan tepat. Bila bahan
tersebut berupa larutan, maka konsentrasi harus diketahui dengan teliti;
larutan demikian dinamakan „larutan baku“. Dalam titrasi, konsentrasi larutan
baku harus diketahui sampai empat desimal.
Reaksi dijalankan dengan
titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret sedikit demi sedikit sampai
jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi ekivalen satu sama lain. Pada
saat titran yang ditambahkan telah ekivalen, maka penambahan titran harus
dihentikan; pada saat demikian dinamakan „titik akhir“ titrasi. Larutan yang
ditambahkan dari buret disebut titran sedangkan larutan yang ditambah
titran disebut titrat.
Syarat-Syarat
Titrasi
Tidak
semua reaksi dapat dipergunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu harus
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Reaksi
harus berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang
jelas.
2. Reaksi
harus cepat dan reversibel. Bila tidak cepat, titarsi akan memakan waktu
terlalu banyak apalagi menjelang titik akhir reaksi. Bila reaksi
tidak reversibel, penentuan akhir titrasi tidak tegas.
3. Harus
ada penunjuk akhir reaksi (indikator). Penunjuk itu
dapat :
·
Timbul dari reaksi titrasi itu sendiri, misalnya titrasi
campuran asam oksalat + asam sulfat oleh KmnO4.
·
Berasal dari luar. Dapat berupa suatu zat atau suatu alat
yang dimasukkan kedalam titrat. Zat itu disebut „indikator“ dan menunjukan
akhir titrasi, karena
a. menyebabkan
perubahan warna titrat atau
b. menimbulkan
perubahan kekeruhan dalam titrat (larutan jernih menjadi keruh atau sebaliknya)
4. Larutan
baku yang direaksikan dengan analit harus mudah dibuat dan
sederhana penanganannya serta harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah
berubah.
Penggolongan
Titrasi
Dari uraian di atas dapat kita
simpulkan beberapa masalah dalam titrasi yaitu:
1. Cara
menentukan titik akhhir yang harus tepat.
2. Cara
menghitung jumlah analit harus benar.
3. Cara
menentukan konsentrasi larutan baku harus teliti.
Ketiga hal ini penting sekali dan sebelum membahas lebih
jauh akan dibahas terlebih dahulu tentang penggolongan titrasi.
A. Titrasi
berdasarkan reaksi-reaksi metatetik, yaitu reaksi pertukaran ion,
disini tidak ada unsur yang berubah tingkat valensinya. Contohnya adalah
titrasi asam kuat oleh basa kuat atau
sebaliknya, misalnya:
HCl + NaOH NaCl + H2O
Reaksi ini dikatakan pertukaran ion karena Cl-
yang semula terikat dengan H+ bertukar tempat dengan OH-
yang sebelumnya terikat pada Na+. Semua unsur
setelah reaksi masih sama tingkat valensinya.
Macam titrasi ini dibedakan menjadi:
1. Titrasi
asidimetri-alkalimetri yaitu titrasi yang menyangkut asam dan atau basa.
Dalam titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan
cara perhitungan adalah pH titrat.
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi ini adalah:
·
asam dengan basa (reaksi penetralan); agar kuatitatif,
maka asam dan atau basa yang bersangkutan harus kuat.
·
asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah) agar
kuatitatif asam harus kuat dan garam itu harus terbentuk dari asam lemah.
Contoh:
HCl + Na2CO3 NaHCO3 + NaCl
2HCl + Na2CO3 H2O + CO2 +
2NaCl
HCl + NH4BO2 HBO2 + NH4Cl
·
basa dengan garam agar kuantitatif basa harus kuat dan
garam harus terbentuk dari basa lemah, jadi berdasarkan pembentukan basa lemah
tersebut.
2. Titrasi
presipitimetri yaitu titrasi dimana terbentuk endapan. Semakin
kecil kelarutan endapan, semakin sempurna reaksinya.
B. Titrasi
berdasarkan reaksi redoks yaitu terjadinya perpindahan elektron, disini terdapat
unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat valensi.
Titik Akhir
Tentang penentuan titik akhir
sudah disebutkan beberapa kemungkinannya. Secara spesifik macam indikator yang
dipergunakan dibahas dalam pembicaraan tiap macam titrasi. Bila tidak
dipergunakan alat sebagai indikator, maka titik akhir dilihat bila ada
perubahan:
1. Warna
yaitu larutan tidak berwarna menjadi berwarna tertentu atau larutan berwarna
lenyap warnanya atau larutan berwarna satu berubah menjadi warna lain.
2. Kekeruhan
yaitu larutan yang jernih menjadi keruh atau sebaliknya.
Bila
tidak ditambahkan indikator, maka perubahan warna terjadi karena titran atau
titrat mempunyai warna,
Pembuatan
Larutan Baku Dan Standardisasi
Karena titrasi merupakan jalan
yang paling sederhana untuk standardisasi, maka penting untuk mengetahui
sifat-sifat atau syarat-syarat yang diperlukan untuk bahan baku primer yaitu:
1. Sangat
murni, atau mudah dimurnikan, mudah diperoleh dan dikeringkan
2. Mudah
diperiksa kemurniannya (mengetahui macam dan jumlah pengotornya)
3. Stabil
dalam keadaan biasa, setidak-tidaknya selama ditimbang
4. Sedapat
mungkin mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk mengurangi kesalahan
penimbangan
5. Dalam
titrasi akan bereaksi menurut syarat-syarat reaksi titrasi.
Indikator pH Atau Indikator Asam-Basa
Indikator asam-basa adalah suatu zat yang dapat berubah warnanya apabila pH
lingkungannya berubah.
Tabel : Beberapa
indikator asam-basa yang penting
No.
|
Nama
|
Trayek pH
|
Warna
Asam
|
Warna
Basa
|
1
|
Kuning
Metil
|
2.9 – 4.0
|
Merah
|
Kuning
|
2
|
Metil
jingga
|
3.1 –
4.4
|
Merah
|
Kuning
|
3
|
Hijau
Bromkresol
|
3.8 –
5.4
|
Kuning
|
Biru
|
4
|
Merah
Metil
|
4.2 –
6.3
|
Merah
|
Kuning
|
5
|
Brom timol
biru
|
6.0 –
7.6
|
Kuning
|
Biru
|
6
|
Merah
Fenol
|
6.4 –
8.0
|
Kuning
|
Merah
|
7
|
Purper
Kresol
|
7.4 –
9.6
|
Kuning
|
Purpur
|
8
|
Fenolftalein
|
8.0 –
9.6
|
-
|
Merah
|
9
|
Timolftalein
|
9.3 –
10.5
|
-
|
Biru
|
10
|
Kuning
Alizarin
|
10.1 –
12.0
|
-
|
Violet
|
Bila suatu indikator pH kita
pergunakan untuk menunjukan titik akhir titrasi, maka :
1. Indikator
harus berubah warna tepat pada saat titran ekivalen dengan titrat yaitu agar
tidak terjadi kesalahan titrasi (selisih antara titik akhir dan titik ekivalen)
2. Perubahan
warna itu harus terjadi secara mendadak agar tidak ada keragu-raguan tentang
kapan titrasi harus dihentikan. Bila perubahan warna mendadak sekali yaitu
tetes terkahir menyebabkan warna sama sekali lain, maka dikatakan bahwa titik
akhirnya tegas (sharp)
DAFTAR
PUSTAKA
Widarsih,
Wiwi.,Nur Aeni, Iceu, 2007 ; Dasar Kerja Laboratorium, BOGOR : Sekolah Menengah Analis Kimia
Bogor.
KESEHATAN &
KESELAMATAN KERJA
PENGERTIAN
DAN FUNGSI LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN
Lembar
Data Keselamatan Bahan atau dalam istilah asing disebut sebagai Material Safety
Data Sheet (MSDS) adalah sekumpulan informasi singkat dan padat mengenai data
fisik / kimia suatu material (bahan kimia) termasuk berbagai tindakan
keselamatan yang perlu dilakukan serta penanganannya.
LABEL
Pemasok
komersial biasanya memberi label tindakan pencegahan pada wadah bahan kimianya.
Label biasanya menunjukkan bahaya utama yang terkait dengan isinya. Perhatikan
bahwa label tindakan pencegahan tidak menggantikan MSDS, LCSS, dan ICSC sebagai
sumber informasi utama untuk penilaian risiko. Tetapi, label bertindak sebagai
pengingat berharga tentang bahaya utama yang terkait dengan zat tersebut. Sama
dengan MSDS, kualitas label dapat berubah-ubah. Jika wadah diterima tanpa label
komersial, tanda bahaya yang sesuai harus dipasang pada wadah sebelum bahan
kimia dapat digunakan di laboratorium.
SISTEM HARMONISASI GLOBAL UNTUK
KOMUNIKASI BAHAYA
Sistem
Harmonisasi Global untuk Klasifi kasi dan Pelabelan Bahan Kimia (Globally
Harmonized System, GHS) adalah sistem yang diakui secara internasional untuk
klasifi kasi dan komunikasi bahaya. GHS mengelompokkan zat menurut bahaya
fisik, kesehatan, dan lingkungan yang dimilikinya dan memberikan label berbasis
piktogram standar untuk menunjukkan bahaya tersebut. Label wadah harus
menyertakan penanda produk dengan informasi bahan penyusun berbahaya, informasi
pemasok, piktogram bahaya (Gambar B.1), kata isyarat, pernyataan bahaya,
informasi pertolongan pertama, dan informasi tambahan. Tiga dari elemen
ini—piktogram, kata isyarat, dan pernyataan bahaya—dibakukan menurut GHS. Kata
isyarat “Bahaya” atau “Peringatan” mencerminkan keparahan bahaya yang
ditimbulkan. Pernyataan bahaya adalah frasa standar yang menjelaskan sifat
bahaya
yang
ditimbulkan oleh bahan (msl., pemanasan dapat menyebabkan ledakan).
GAMBAR
B.1
Piktogram
GHS untuk melabeli wadah bahan kimia berbahaya.
bisa tolong kirim datanya mang?
BalasHapuscoz beberapa gambar hilang ni mang...
terima kasih sebeelumnya mang
kirim ke edwarboys@gmail.com y mang,klau bisa,terima kasih sebelumnya
BalasHapus