Kamis, 12 April 2012

Analisis Batubara


Pengertian Batubara
Batubara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut.
Batubara adalah hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung lebih lama.
Jenis-jenis Batubara
Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batu bara muda dan sub-bitumen biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah.
 
Baru bara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya rendah.
 
Batu bara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan seringkali berwarna hitam cemerlang seperti kaca.
 
Batu bara dengan mutu yang lebih tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak.
 
Antrasit adalah batu bara dengan mutu yang paling baik dan dengan demikian memiliki kandungan karbon dan energi yang lebih tinggi serta tingkat kelembaban yang lebih rendah (lihat diagram 1).

{
World Coal Institute;Sumber Daya Batu Bara: Tinjauan Lengkap 



batubara1.JPG
 
Pengolahan Batubara
Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batu bara tertambang run-of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian pengguna batu bara membutuhkan batu bara dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batu bara – juga disebut pencucian batu bara (“coal benification” atau “coal washing”) mengarah pada penanganan batu bara tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu.

Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan penggunaannya. Batu bara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk mengurangi kandungan campuran.

Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara terambang mentah dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai ukuran.Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan menggunakan metode ‘pemisahan media padatan’. Dalam proses demikian, batu bara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara batuan dan kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang sebagai limbah.

Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan sejumlah cara, biasanya berdasarkan perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat, sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di dalam wadah tersebut.
Metode alternatif menggunakan kandungan permukaan yang berbeda dari batu bara dan limbah. Dalam ‘pengapungan berbuih’, partikel-partikel batu bara dipisahkan dalam buih yang dihasilkan oleh udara yang ditiupkan ke dalam rendaman air yang mengandung reagen kimia. Buih-buih tersebut akan menarik batu bara tapi tidak menarik limbah dan kemudian buih-buih tersebut dibuang untuk mendapatkan batu bara halus. Perkembangan teknolologi belakangan ini telah membantu meningkatkan perolehan materi batu bara yang sangat baik.


Penggunaan Batubara
Penggunaan Batubara
Dalam pembuatan baja.
Bahan mentah – bijih besi, kokas dan fluks (mineral-mineral seperti batu gamping yang digunakan untuk menarik bahan-bahan campuran) – dimasukkan pada bagian atas tanur tiup. Udara dipanaskan sampai sekitar 1200°C dan dihembuskan ke dalam tanur melalui pipa yang berada di bagian bawah. Udara membuat kokas terbakar sehingga menghasilkan karbon monoksida yang menimbulkan reaksi kimia. Bijih besi dikurangi untuk meleburkan besi dengan mengeluarkan oksigen. Keran di bagian dasar tanur dibuka secara berkala dan besi lebur serta terak logam dikeringkan.
Pada suatu basic oxygen furnace (BOF – Tanur oksigen dasar) dimasukkan potongan baja dan batu gamping yang lebih banyak dan oksigen murni 99% ditiupkan pada campuran tersebut. Reaksi dengan oksigen menaikkan suhu sampai 1700°C, mengoksidasikan bahan-bahan campuran, dan meninggalkan baja cair yang hampir murni. Sekitar 0,63 ton kokas akan menghasilkan 1 ton (1000 kg) baja.

Sebagai bahan mentah
Batu bara digunakan sebagai sumber energi dalam  produksi semen. Energi yang dibutuhkan untuk memproduksi semen sangat besar. Oven biasanya membakar batu bara dalam bentuk bubuk dan membutuhkan batu bara sebanyak 450g untuk menghasilkan semen sebanyak 900g. Batu bara mungkin akan tetap menjadi masukan penting untuk industri semen dunia di tahun-tahun yang mendatang.
Coal combustion products (CCP – produk-produk pembakaranb batu bara) juga memainkan peran yang penting dalam produksi beton. CCP merupakan hasil sampingan dari pembakaran batu bara pada pusat pembangkit listrik tenaga uap. Hasil-hasil sampingan tersebut termasuk abu arang batu, abu dasar, kerak ketel dan gipsum desulfurisasi gas pembakaran. Abu arang batu misalnya, dapat digunakan untuk mengganti atau menambah semen dalam pembuatan beton. Dalam cara demikian, produk-produk pembakaran batu bara daur ulang menguntungkan bagi lingkungan hidup, yang bertindak sebagai pengganti bahan mentah utama.
 Fungsi Lain dari Batu Bara
Beberapa produk kimia dapat diproduksi dari hasil-hasil sampingan batubara. Batu bara yang dimurnikan digunakan dalam pembuatan bahan kimia seperti minyak kreosot, naftalen, dan fenol. Gas amoniak yang diambil dari tungku kokas digunakan untuk membuat garam amoniak, asam nitrat dan pupuk tanaman. Ribuan produk yang berbeda memiliki komponen batu bara atau hasil sampingan batu bara: sabun, aspirin, zat pelarut, pewarna, plastik dan fiber, seperti rayon dan nylon.
Batu bara juga merupakan suatu bahan yang penting dalam pembuatan produk-produk tertentu:
>> Karbon teraktivasi – digunakan pada saringan air dan pembersih udara serta mesin pencuci darah.
>> Serat karbon – bahan pengeras yang sangat kuat namun ringan yang digunakan pada konstruksi,
{
World Coal Institute;Sumber Daya Batu Bara: Tinjauan Lengkap Mengenai Batu Bara Hal. 21-25}
Kualitas Batubara
Baik buruknya suatu kualitas batubara ditentukan oleh penggunaan batubara itu sendiri.
Batubara yang berkualitas baik untuk penggunaan tertentu, belum tentu baik pula untuk penggunaan yang lainnya, begitu juga sebaliknya
Kualitas suatu batubara dapat ditentukan dengan cara analisa parameter tertentu baik secara fisik maupun secara kimia.
Parameter yang ditentukan dari suatu analisa batubara tergantung tujuan untuk apa batubara tersebut digunakan.
   Parameter kualitas batubara.
   Total Moisture
   Proximate
   Total Sulfur
   Calorific Value
   HGI
   Ultimate Analysis
   Ash Fusion Temperature
   Ash Analysis

Total Moisture
Tinggi Rendahnya Total Moisture akan tergantung pada :
   Peringkat Batubara
   Size Distribusi
   Kondisi Pada saat Sampling

Peringkat Batubara

Semakin tinggi peringkat suatu batubara semakin kecil porositas batubara tersebut atau semakin padat batubara tersebut.Dengan demikian akan semakin kecil juga moisture yang dapat diserap atau ditampung dalam pori batubara tersebut. Hal ini menyebabkan semakin kecil kandungan moisturenya khususnya inherent moisturenya.

Size Distribusi

Semakin kecil ukuran partikel batubara, maka semakin besar luas permukaanya.Hal ini menyebabkan akan semakin tinggi surface moisturenya. Pada nilai inherent moisture tetap, maka TM-nya akan naik yang dikarenakan naiknya surface moisture.

Kondisi Pada saat Sampling

Total Moisture dapat dipengaruhi oleh kondisi pada saat batubara tersebut di Sampling.Yang termasuk dalam kondisi sampling adalah :
   Kondisi batubara pada saat disampling
   Size distribusi sample batubara yang diambil terlalu besar atau terlalu kecil.
   Cuaca pada saat pengambilan sample.

Penetapan kadar Total Moisture

 Timbang 10 gram sampel** (ISO) atau 1 gram sampel* (ASTM) dalam dish moisture >> Pasang gas penyerap N2 untuk ISO & udara tekan untuk ASTM >> Masukan kedalam oven dengan suhu 105o-107o selama 2.5  jam untuk ISO & 1.5 jam untuk ASTM >> Dinginkan dalam desikator >> Timbang ulang
*Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
** Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.300 mm


Diagram 2.

Air Dried Moisture (ADM)

Air dried moisture atau inherent moisture adalah moisture yang terkandung dalam batubara setelah batubara tersebut dikering udarakan.

Sifat-sifat ADM :

   Besar kecilnya nilai ADM dipengaruhi oleh peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat batubara, semakin rendah kandungan ADM nya.
   Nilainya tergantung pada humuditas dan temperature ruangan dimana moisture tersebut dianalisa.
   Nilainya tergantung juga pada preparasi sample sebelum ADM dianalisa (Standar preparasi)

Penetepan kadar ADM.

Timbang 1 gram sampel* dalam dish moisture >> Pasang gas penyerap N2 untuk ISO & udara tekan untuk ASTM >> Masukan kedalam oven dengan suhu 105o-107o selama 3 jam untuk ISO & 1.5 jam untuk ASTM >> Dinginkan dalam desikator >> Timbang ulang

*Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm

Pehitungan Kadar ADM


ADM digunakan dalam mengkonversi basis parameter analisa dari
air dried basis ke basis lainnya.


Ash Content

   Batubara sebenarnya tidak mengandung abu, melainkan mengandung mineral matter. Namun sebagian mineral matter dianalisa dan dinyatakan sebagai kadar Abu atau Ash Content.
   Mineral Matter atau ash dalam batubara terdiri dari inherent dan extarneous.
   Inherent Ash ada dalam batubara sejak pada masa pembentukan batubara dan keberadaan dalam batubara terikat secara kimia dalam struktur molekul batubara
   Sedangkan Extraneous Ash, berasal dari dilusi atau sumber abu lainnya yang berasal dari luar batubara.

Sifat-sifat Ash Content

   Kadar abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan jenis mineral matter yang dikandung oleh batubara baik yang berasal dari inherent atau dari extraneous.
   Kadar abu relatif lebih stabil pada batubara yang sama. Oleh karena itu Ash sering dijadikan parameter penentu dalam beberapa kalibrasi alat preparasi maupun alat sampling.
   Semakin tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama, semakin rendah nilai kalorinya.
   Kadar abu juga sering mempengaruhi nilai HGI batubara.

Penetepan kadar Ash Content

Timbang 1 gram sampel* dalam dish ash >> Masukan kedalam tanur dengan suhu 815o selama 3 jam (di mulai dari suhu awal tanur kurang dari 200o C) >> Dinginkan dalam desikator >> Timbang ulang

*Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm

Perhitungan Kadar Ash Content
Volatile Matter

   Volatile matter/ zat terbang, adalah bagian organik batubara yang menguap ketika dipanaskan pada temperature tertentu.
   Volatile matter biasanya berasal dari gugus hidrokarbon dengan rantai alifatik atau rantai lurus. Yang mudah putus dengan pemanasan tanpa udara menjadi hidrokarbon yang lebih sederhana seperti methana atau ethana.

Sifat-sifat Volatile Matter

   Kadar Volatile Matter dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara.
   Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya.

Kegunaan Volatile Matter

   Volatile Matter digunakan sebagai parameter penentu dalam penentuan peringkat batubara.
   Volatile matter dalam batubara dapat dijadikan sebagai indikasi reaktifitas batubara pada saat dibakar.
   Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya.

Penetapan Kadar Volatile Matter

Timbang 1 gram sampel* dalam dish Volatile Matter >> Masukan kedalam tanur dengan suhu 900o selama 7 menit >> Dinginkan dalam suhu ruang selama 7-8 menit >> Timbang ulang

*Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm

Perhitungan Kadar Volatile Matter
Total Sulfur

Sifat-sifat Sulfur

   Kandungan sulfur dalam batubara sangat bervariasi dan pada umumnya bersifat heterogen sekalipun dalam satu seam batubara yang sama. Baik heterogen secara vertikal maupun secara lateral.
   Namun demikian ditemukan juga beberapa seam yang sama memiliki kandungan sulfur yang relatif homogen.

Kegunaan Sulfur

   Sulfur dalam batubara thermal maupun metalurgi tidak diinginkan, karena Sulfur dapat mempengaruhi sifat-sifat pembakaran yang dapat menyebabkan slagging maupun mempengaruhi kualitas product dari besi baja. Selain itu dapat berpengaruh terhadap lingkungan karena emisi sulfur dapat menyebabkan hujan asam. Oleh karena itu dalam komersial, Sulfur dijadikan batasan garansi kualitas, bahkan dijadikan sebagai rejection limit.
   Namun demikian dalam beberapa utilisasi batubara, Sulfur tidak menyebabkan masalah bahkan sulfur membantu performance dari utilisasi tersebut. Utilisasi tersebut misalnya pada proses pengolahan Nikel seperti di PT. INCO.

 Penetepan Kadar Sulfur

Siapkan larutan penyerap (H2O2 3 % suasana netral) >> Masukan ke tabung penyerap yang terbuat dari kaca >> Timbang 1 gram sample berukuran 0.212 mm pada combustion boat yang telah dilapisi alumina di bagian bawahnya >>Lapisi bagian atasnya dengan alumina >> Atur Tabung penyerap pada tanur suhu 1350o C >> Masukan sampel ke dalam pipa tanur >> Nyalakan gas O2 >> Atur Tekanan gas O2 >> Nyalakan vakum >> Dorong sebanyak 1 cm setiap 1 menit dari posisi awal (hingga menit ke-8) >> Diamkan selama 4 menit >> Keluarkan sample dari pipa >> Tuang larutan dari tabung penyerap ke dalam erlenmeyer >> Tambahkan indicator MM:MB 2-3 tetes >> Homogenkan >> Titar dengan Borat hingga berwarna hijau >>  Catat
Reaksi Kimia pada saat Penetepan Kadar Sulfur


Perhitungan Penetapan Kadar Sulfur

Vc = Volume hasil penitaran sampel (ml)
Vb = Volume blanko (ml) biasanya 0.05 ml

Pembuatan Larutan penyerap H2O2 3 %

Tuang 30 ml Larutan H2O2 kedalam piala gelas >> Tambahkan Air Suling hingga bervolume 1000 ml >> Tambahkan indicator MM:MB 2-3 tetes >> Aduk >> Titar dengan larutan H2SO4 hingga tidak berwarna

Pembuatan Larutan Borat 0.025 M

Larutkan 19.0685 gram Na2B4O7.10H2O dalam labu ukur 2 liter

Standarisasi Larutam Borat

Dipipet 5 ml larutan Borat >> Tambahkan  Indikator MM:MB 2-3 tetes >>. Titar dengan H2SO4 0.01 N hingga berwarna pink.








 































Calorific Value

   Adalah nilai energi yang dapat dihasilkan dari pembakaran batubara.
   Nilai kalori batubara dapat dinyatakan dalam satuan: MJ/Kg , Kcal/kg, BTU/lb
   Nilai kalori tersebut dapat dinyatakan dalam Gross dan Net

   Nilai Kalori dapat dinyatakan dalam satuan yang berbeda :
§  Calorific Value (CV)……(Kcal/kg)
§  Specific Energy (SE) ….(Mj/kg)
§  Higher Heating Value (HHV) = Gross CV
§  Lower Heating Value  (LHV)= Net CV
§  British Thermal Unit = Btu/lb

Tabel Konversi Nilai Kalori


Sifat-Sifat Calorific Value

   Nilai Kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat batubara, semakin tinggi nilai kalorinya.
   Pada batubara yang sama Nilai kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan juga Abu. Semakin tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya.



Penetapan Nilai Calorific Value

Timbang 1 gram sample berukuran 0.212 mm pada dish calorific value >> pasangkan pada bom calorimeter >> tambahakn gas O2 murni kedalamnya >> Masukan & pasang ke alat Kalorimeter >> Input nomor bom yang digunakan >> Input bobot sample >> Running analisis

Perhitungan

Net CV(Kcal/g) = {{Gross CV(Mj/kg)}–{0.0942X% TS}} X 238.8461

(Kualitas Batubara presented by PT Geoservices LTD.)
































 

































 Miling atau Pulvilizaer



























Parameter-parameter yang berpengaruh adalah sebagai berikut :

·         Moisture
·         Calorific Value
·         Ignition Temperature
·         Abrasive Index
·         Hardgrove Grindability Index (HGI)
·         High Density Dilution
·         Contamination

Moisture

          Semakin tinggi moisture semakin tinggi temperature air inlet yang diperlukan untuk mencapai mill outlet temperature yang sudah ditentukan. Semakin tinggi temperature air inlet semakin tinggi resiko terjadinya mill fire.

          Semakin tinggi moisture semakin tinggi coal load yang diperlukan untuk mencapai energy inlet yang diperlukan untuk mencapai beban energy output yang diperlukan, dan semakin tinggi resiko terjadinya mill trip karena overload



Calorific Value

          Semakin rendah nilai kalori maka semakin tinggi feeding batubara yang diperlukan untuk memenuhi beban output yang diperlukan. Semakin tinggi load yang diperlukan semakin tinggi resiko terjadinya mill trip karena overload.

          Semakin rendah nilai kalori semakin banyak mill yang harus digunakan untuk memenuhi coal feeding yang diperlukan, dan semakin tinggi maintenance yang diperlukan



Abrasive Index

          Semakin tinggi abrasive index, akan semakin tinggi mill wear ratenya, dan cost maintenancenya semakin tinggi.

          Semakin tinggi mill wear rate, semakin tinggi frekwensi penggantian spare part mill dan mengakibatkan memperkecil availability mill



Handgrove Grindability Index (HGI)

          Semakin rendah HGI, akan semakin tinggi mill power consumption, dan semakin tinggi auxiliary power yang diperlukan, dan akibatnya akan mengurangi efisiensinya.

          Semakin rendah HGI akan semakin tinggi coal mill recyclenya dan mempertinggi resiko terjadinya mill trip karena overload
`
          Semakin rendah HGI, akan semakin rendah jumlah ukuran fine particlenya, sehingga akan berpengaruh terhadap burn out efisiensinya.


High Density Dilution

          Semakin tinggi kandungan dilusi dengan density tinggi, akan semakin tinggi jumlah Mill Pyrite Rejectnya, sehingga mempengaruhi mill capacity


Contamination

          Kontaminasi non coal sangat tidak diinginkan karena akan merusak system millnya, dan beresiko terjadinya mill trip.














Furnace

























Parameter-parameter yang berpengaruh adalah sebagai berikut :

          Calorific Value
          Volatile Matter (Fuel ratio)
          Ultimate Analysis
          Ash Content
          Ash Fusion Temperature
          Ash Composition




Calorivic Value

          Semakin rendah nilai Kalori, semakin tinggi jumlah konsumsi batubara untuk mencapai beban output yang diperlukan, serta semakin tinggi jumlah udara yang diperlukan.

          Semakin rendah nilai kalori, akan semakin tinggi tingkat emisi gas CO2 (GHG) yang dihasilkan pada beban output yang sama


Volatile Matter (Fuel ratio)

          Semakin tinggi nilai volatile matternya maka akan semakin reactive batubara tersebut. Sehingga semakin tinggi burn out efisiensinya.

          Semakin tinggi Fuel Rationya, maka semakin turun reaktifitasnya dan akan semakin kecil burn out efiiensinya.

Ultimate Analysis (C,H,N,S,O)

          Sulfur dan Nitrogen diunakan dalam menghitung atau memprediksi emisi gas SOx dan NOx yang akan dihasilkan. Gas SOx dan NOx adalah gas polutan yang akan berdampak buruk bagi lingkungan.
          Kadar Sulfur dan Nitrogen yang tinggi sangat tidak diinginkan oleh para pengguna batubara karena selain emisi yang dihasilkan akan tinggi juga karena sifat dari gas-gas tersebut yang korosif.
           Sulfur dalam batubara juga dapat menyebakan Slagging pada pipa-pipa boiler








Ash Content

          Semakin tinggi ash content suatu batubara akan semakin tinggi juga yield abu batubara yang akan dihasilkan. Dengan demikian akan semakin tinggi juga cost untuk waste handlingnya.


Ash Fusion Temperature

          AFT digunakan dalam memprediksi secara empiris ash characteristic pada saat pembakaran

          Secara umum, batubara yang memiliki AFT-IDT >1300oC tidak berpotensi menyebabkan slagging kecuali ada kondisi operasional yang mempengaruhinya.


Ash Composition

          Ash composition atau Ash analysis, dalam utilisasi batubara di power plant sangat penting dalam memprediksi characteristic abu batubara dalam tungku boiler, khususnya sifat Slagging dan Fouling.

Slagging : Pengotoran pipa-pipa boiler oleh     abu batubara di daerah Radiasi
Fouling : Pengotoran pipa-pipa boiler didaerah  konveksi

(Coal Utilization for Power Plant presented by PT. Geoservices LTD.)









Swabakar Batubara di Stockpile

Melihat geografi Indonesia dengan iklim tropis yang mempunyai curah hujan dan kelembaban yang tinggi serta temperatur sampai di atas 30 ° C, maka pencegahan bahaya kebakaran batubara pada saat penimbunan di area stockpile dalam segi penanganannya patut mendapatkan perhatian serius mengingat korban manusia dan harta yang dapat ditimbulkanya.

1.1. Swabakar pada Batubara
Pada tahun 1870 untuk pertama kali Richter menyelidiki dan menyatakan bahwa terjadinya swabakar (Self Combustion) pada batubara karena aktivitas penyerapan oksigen. Terjadinya swabakar dalam hubunganya dengan peringkat batubara adalah semakin rendah peringkatnya maka semakin tinggi terjadinya resiko kebakaran. Reaksi swabakar dapat digambarkan sebagai berikut :
Reaksi sederhana kejadian swabakar batubara adalah:
C + O2 (>5%) -> CO2 (150°F - 200° F)CO2 + C --> CO (212° F - 300° F)
1.      Oksigen diserap oleh C (karbon) yang ada dalam batubara yang kemudian menghasilkan CO2 dan panas dengan persamaan reaksi: C + O2 > CO2 + panas
2.      Reaksi selanjutnya menghasilkan CO dan suhu yang tinggi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :                                CO2 + C > CO + panas
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa swabakar pada timbunan batubara di area stockpile  sebenarnya merupakan peristiwa oksidasi batubara padat (solid) oleh pengaruh oksigen.

Tahapan Terjadinya swabakar di stockpile batubara menurut Sukandar Rumidi adalah
1.      Mula-mula batubara akan menyerap oksigen dari udara secara perlahan lahan dan kemudian temperatur udara akan naik
2.      Akibat temperatur naik kecepatan batubara menyerap oksigen dan udara bertambah dan temperatur kemudian akan mencapai 100 – 1400oC
3.      Setelah mencapai temperatur 1400oC, uap dan CO2 akan terbentuk Sampai temperatur 2300oC, isolasi CO2 akan berlanjut. Bila temperatur telah berada di atas 3500oC, ini berarti batubara telah mencapai titik sulutnya dan akan cepat terbakar.
1.2. Sebab-sebab Terjadinya Swabakar (Spontaneus Combustion)
Batubara merupakan bahan bakar organik, dan apabila bersinggungan langsung dengan udara dan dalam keadaan temperatur tinggi akan terbakar sendiri. Keadaan ini akan dipercepat oleh :
1.      Reaksi eksothermal, hal ini yang paling sering terjadi
2.      Bakteria
3.      Aksi katalis dari benda-benda anorganik
 Sedangkan kemungkinan terjadinya swabakar terutama disebabkan antara lain:
1. Karbonisasi yang rendah (low carbonization).
2. Kadar belerangnya tinggi (>2%) dengan ambang batas kadar belerang 1,2 %.
1.3. Oksidasi Batubara
Batubara akan menjadi panas bila terdapat oksigen. Kecepatan hantaran panas dipengaruhi oleh massa batubara, derajat kekompakanya, unsur kimia, umur geologi, rank, inherent oksigen dan air lembab. Bagian unsur kimia yang terkadang dalam batubara mulai teroksidasi bila disingkapkan ke udara bebas pada saat penambanganya. Seperti diketahui, batubara adalah campuran padat dari persenyawaan hidrokarbon yang mengandung: Karbon, hidrogen, sulfur, nitrogen dan oksigen dalam struktur molekuler organiknya. Disamping itu, terdapat pula kandungan mineral pembentuk abu seperti : serpih-serpih, lempung, batu pasir dan pirit.
Menurut berita PPTM No. l 1 Tahun 9, bahwa, kadar organik batubara terdiri dari 50-90% karbon, 2-8% hidrogen, 2 - 20 % oksigen, kurang dari 2 % nitrogen dan sulfur yang terdapat dialam bentuk organik dan mineral sebesar 0,2 - 8%. Semua elemen organik dan elemen logam seperti besi, bereaksi dengan oksigen. Beberapa unsur berkecepatan reaksi lebih tinggi dari yang lain, namun pada umumnya terjadi liberi energi dalam bentuk panas.
Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan proses kimiawi antara pembakaran dengan proses oksidasi lambat, perbedaan hanya terdapat pada kecepatan oksidasi, sehingga temperatur terjadinya reaksi berbeda. Proses oksidasi berlangsung berkesinambungan, walau kecepatanya dapat berubah, namun reaksi tidak akan berhenti selama masih terdapat oksigen. Itulah sebabnya, terjadi fenomena yang dikenal sebagai swabakar 1 stockpile . Alasan dalam hal ini ialah kecepatan pembebasan energi sebagai panas melampaui kecepatan kemampuan membuang panas keluar tumpukan batubara, sehingga temperatur terakumulasi dan naik sampai ke tingkat dimana pembakaran aktif terjadi.
Kecepatan penyerapan oksigen pada kondisi tempertur konstan yang berkurang dengan bertambahan waktu, memberikan indikasi kegiatan oksidasi makin progesif pada bagian-bagian partikel yang berhubugan dengan udara. Kecepatan oksidasi makin progesif pada bagian -bagian partikel yang berhubungan dengan udara. Kecepatan oksidasi bervariasi menurut peringkat batubara yang dalam hal ini dinyatakan sebagai persentasi zat terbang.
Sebagai contoh antrasit (rank tinggi) teroksidasi dengan kecepatan yang amat rendah, sedang batubara bituminus dengan kandungan zat terbang tinggi dapat teroksidasi dengan kecepatan yang lebih tinggi. Makin berkurangnya rank batubara, kandungan oksigen makin meningkat dan rank batubara yang rendah mengoksidasikan lebih cepat daripada rank diatasnya.
1.4 Parameter Kualitas Batubara
Parameter kualitas batubara ditentukan berdasarkan analisis batubara yang umumnya dilakukan dengan metode, yaitu :
1. Analisa Proksimat
 a. Kandungan air (Moisture content)
a.1. Total Moisture
Adalah banyaknya air yang terkandung dalam batubara sesuai kondisi di lapangan (Ar), baik terikat secara kimiawi maupun akibat pengaruh kondisi diluar. Pada prinsipnya total moisture merupakan jumlah air yang terkandung dalam batubara baik air bebas (FM = Free Moisture) maupun air terikat (IM = Inherent Moisture)
 a.2. Free Moisture
Adalah air yang diserap oleh permukaan batubara akibat pengaruh dari luar.
 a.3. Inherent Moisture (Air bawaan)
Adalah kandungan air bawaan pada saat terbentuk batubara.
 b. Kandungan Abu (Ash Content)
Merupakan sisa-sisa zat organic yang terkandung dalam batubara setelah dibakar. Kandungan abu dapat dihasilkan dari pengotoran bawaan dalam proses pembentukan batubara maupun perkotoran yang berasal dari proses penambangan. Abu batubara merupakan bagian yang tidak hilang pada waktu pembakaran batubara tersebut. Komposisi utama abu batubara adalah : Si, A1, Fe, Ti, Mn, Na, K, Silikat, Sulfida, Sulfat dan Fosfat.
c. Zat terbang (Volatile Matter)
Merupakan zat aktif yang menghasilkan energilpanas apabila batubara tersebut dibakar dan terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hydrogen, karbonmonoksida (CO) dan metan. Zat terbang ini sangat erat kaitannya dengan rank dari batubara., makin tinggi kandungan airterbang (VM) makin rendah kualitasnya. Dalam pembakaran karbon padatnya, sebaliknya zat terbang rendah akan mempersulit proses pembakaran.
d. Karbon Tertambat (fixed carbon)
Merupakan angka diperoleh dari hasil pengurangan 100% terdapat jumlah kandungan airlembab, kandungan abu dan zat terbang. Dengan adanya pengeluaran zat terbang dalam kandungan air, maka tertambat secara otomatis akan naik sehingga makin tinggi kandungan karbonnya, kelas batubara semakin naik.
 e. Nilai Kalori (Calorific Value)
Harga nilai kalor merupakan penjumlahan dari harga-harga panas pembakaran unsur-unsur pembakaran batubara. Nilai kalor terdiri atas Gross Calorie Value yaitu nilai kalor yang biasa dipakai sebagai laporan analisis dan Net Caloric Value yaitu nilai kalor yang benar-benar dimanfaatkan dalam proses pembakaran batubara.



2. Analisis Ultimate
a. Penentuan Karbon (C) dan Hidrogen (H)
Kedua sistem ini ditentukan dengan cara yang sama dalam operasi yang bersamaan. Nilai karbon mencakup kandungan karbon dari karbon - karbon mineral.
b. Penentuan Nilai Kalori
Pengukuran unit panas yang dibebaskan bila satu unit massa bahan bakar padat dibakar dalam sebuah bom dibawah kondisi standar. Hasil-hasil analisa itu sendiri harus beracuan pada basis-basis analisa (reference basis). Basis yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut :
 b.1 As received basis (Ar)
Basis analisa dimana contoh batubaranya diambil dari suatu tempat (lapangan) dan langsung dianalisa. Pada keadaan ini total kandungan air + zat terbang + kadar karbon + kandungan abu = 100%.
b.2. Air dry basis (Adb)
Basis analisa dimana contoh batubaaranya dikeringkan pada udara terbuka untuk menghilangkan free moisture dan sisanya inherent moisture, sehingga inherent moisture + zat terbang + kadar karbon + kadar abu = 100%.
b.3. Dry Basis (Db)
Basis analisa dimana contoh batubaranya telah dikeringkan pada temperature tertentu sampai inherent moisturenya hilang, sehingga zat terbang + kadar karbon + kandungan abu = 100%.

b.4. Dry ash free (Daf)
adalah kondisi batubara yang telah diproses dilaboratorium sehingga bebas dari air dan bebas dari kandungan abu.
b.5. Dry mineral matter free (Dmmf)
adalah kondisi batubara yang bebas dari total moisture dan bahan anorganik dalam batubara tersebut.
2.5. Area Stokpile
Untuk area stockpile faktor-faktor yang mempengaruhi swabakar yaitu:
1.    Pengaruh Volatile matter volatile matter adalah zat terbang yang terkandung dalam batubara. Kandungan zat terbang ini erat kaitannya dengan rank batubara. Semakin tinggi kandungan zat terbangnya semakin tinggi volatile matter dalam batubara maka semakin banyak panas yang ditimbulkan dan akan mempercapat terjadinya swabakar.
2.    Pengaruh Sulfur Semakin tinggi kadar sulfur dalam batubara, makin cepat terjadinya swabakar dalam batubara begitu sebaliknya.
3.    Pengaruh Moisture Content (Kandungan air) Kandungan air dapat dibedakan atas kandungan air bebas (free moisture) kandungan air bawaan (inherent moisture), kandungan airtotal (total moisture). Semakin banyak kandungan air dalam batubara maka semakin banyak panas yang diperlukan untuk mengubah air menjadi uap. Namun demikian jika kadar kelembaban batubara kecil, maka terjadinya kenaikan suhu dalam timbunan akan semakin cepat.
4.    Pengaruh Kualitas (rank) Rank batubara sangat erat hubungannya dengan kandungan volatile metter, dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa batubara yang kandungan volatile matternya rendah mempunyai derajat yang tinggi demikian sebaliknya. Pada pembakaran spontan untuk timbunan batubara tidak hanya dinilai dari derajatnya saja, tapi harus diketahui kandungan volatile matternya, semakin tinggi kandungan volatile matter pada rank batubara semakin besar kemungkinan terjadinya pembakaran spontan dan sebaliknya.
5.    Pengaruh fixed carbon (karbon tertambat) Seperti diuraikan sebelumnya bahwa kandungan volatile matter berhubungan erat dengan kandungan karbon padat. Semakin tinggi volatile matter maka akan mempercepat pembakaran karbon padatnya. Apabila suhu semakin naik dengan kandungan volatile matter yang tinggi akan menyebabkan kandungan karbon mengecil sehingga pembakaran spontan semakin cepat terjadi.
6.    Pengaruh kandungan abu Pengaruh abu terhadap timbunan batubara dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a.       Pengaruh abu yang dikandung oleh batubara.
Untuk itu perlu diketahui unsur-unsur yang terdapat dalam abu tersebut, hal yang dapat menunjang yaitu : kandungan sulfur yang terdapat dalam abu yang berasal dari mineral-mineral yang mengandung belerang seperti FeS, semakin banyak abu yang mengandung belerang maka semakin cepat terjadinya pembakaran spontan.
b.      Pengaruh debu dan partikel dari luar
 Bila abu dari luar mengandung sulfur, hal ini tidak menimbulkan reaksi terhadap timbunan batubara. Keadaan ini akan memperlambat terjadinya pembakaran spontan karena abu tersebut merupakan partikel halus yang dapat menyelimuti timbulnya tersebut. Dengan banyaknya abu yang menutupi permukaan timbunan batubara akan mengisi lubang-lubang pada permukaan batubara, maka akan mempersulit masuknya udara luar terhadap timbunan batubara tersebut. Dengan kata lain semakin banyak abu dari luar semakin banyak abu dari luar semakin lambat terjadinya pembakaran spontan.
7.    Pengaruh ukuran butir batubara Bila batubara dibentuk menjadi suatu timbunan yang terdapat dari butiran halus dan kasar, maka dapat dijelaskan bahwa suatu timbunan yang berbutir halus, maka porositas atau rongga butir yang satu dengan yang lain adalah lebih besar dibandingkan dengan butir kasar. .Iumlah udara yang tersedia dalam timbunan batubara halus lebih mampu membuang panas yang ditimbulkannya jika dibandingkan dengan ukuran batubara kasar atau semakin halus butirannya pembakaran spontannya semakin lambat.
8.    Pengaruh ketinggian timbunan Untuk menentukan terjadinya pembakaran spontan, harus dapat diketahui hal-hal sebagai berikut : suatu timbunan batubara yang terjadi dari butiran halus dan kasar, akan terjadi segresi ukuran dalam timbunan, dimana butir batubara yang kasar mengumpul dibagian bawah (lantai) dan butiran yang halus mengumpul di puncak dan bagian dalam timbunan. Dengan kata lain timbunan yang tinggi, jarak atau panjang aliran udara lebih panjang bila dibandingkan dengan timbunan rendah dengan sirkulasi udara yang pendek, panas yang ada pada timbunan batubara yang tinggi dengan sirkulasi udara yang panjang akan memperlambat pembuangan panas yang ada dalam timbunan sehingga mempercepat terjadinya pembakaran spontan.
Referensi
1. Anonim, (2007), “Swabakar Batubara” http://www.tekmira.esdm.go.id
 2. Anonim, (2006), “Penyusunan Neraca Batubara dan Gambut” http://www.dim.esdm.go.id
3. Anonim, (2008), “Tahapan Penambangan Batubara” http://methdimy.blogspot.com
(Self Combustion Fact Writted by anonim,2011)





              

DASAR-DASAR ANALISIS

1.DASAR KERJA LABORATORIUM


APD     : Peralatan (seperti kaca mata, sarung tangan, dan helm) yang dikenakan untuk melindungi diri dari kecelakaan yang mungkin terjadi di tempat kerja

Buret    : Alat ukur volume berdasarkan volume yang dikeluarkan dan digunakan untuk keperluan titrasi

Corong : Alat bantu untuk untuk mengalirkan cairan memasuki mulut wadah berukuran.

Identifikasi      : Penentuan identitas

Instrumentasi   : Susunan atau rangkaian peralatan

Iritatif  : Bersifat iritatif/mengganggu

Kompetensi : Ketrampilan, pengetahuan dan perilaku untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau profesi secara baik, benar dan cepat
           
Konsep mol     : Konsep perhitungan dalam ilmu kimia berdasarkan jumlah N (N=Bilangan Avogadro=6,02x1023)

Label   : Sepotong kertas, kain, kayu atau logam yang bertuliskan petunjuk singkat

Laboratorium   :           Tempat atau ruang tetentu yang berisikan peralatan untuk melaksanakan penelitian atau pekerjaan yang bersifat  penelitian dan penetapan

Labu ukur        : Yaitu peralatan gelas berbentuk buah labu yang berfungsi untuk menakar volume tertentu cairan

Mol : Gram suatu zat dibagi berat molekul(BM) atau   Berat atom

Molaritas : Konsentrasi dari suatu larutan yang dinyatakan dalam mol terlarut dalam 1 liter larutan

Neraca Analitik            : Neraca dengan tingkat ketelitian tinggi pada penimbangan jumlah zat yang rendah dengan resolusi lebih kecil dari 1 mg

Pereaksi : Bahan kimia yang digunakan untuk mengubah analit ke bentuk terukur secara selektif

Pipet tetes : Alat gelas kecil yang dilengkapi bola karet kecil digunakan untuk meneteskan cairan
Prosedur          : Kumpulan instruksi kerja

Solute  : Zat yang terlarut dalam larutan

Solven : Pelarut

Solution/larutan           : Pencampuran secara homogen solut dengan solven

Unit Kompetensi : Satuan aktifitas lengkap terkecil yang masih bisa diukur yang berisikan ketrampilan, pengetahuan dan sikap

Analit   : Zat yang dianalisis

Digest : dipanaskan dalam larutan = warmed in the solution).

Faktor gravimetri  : jumlah gram analit di dalam 1 gram endapan

Gravimetri   : analisis kimia melalui penentuan berat

Gravimetri pengendapan : gravimetri dimana komponen yang diinginkan diubah menjadi bentuk yang sukar larut

Gravimetri penguapan : gravimetri dimana  komponen yang tidak diinginkan diubah menjadi uap

Ion kompleks   : ion yang merupakan gabungan antara atom pusat dan ligan

Ion senama      : ion yang sejenis dengan ion-ion yang ada dalam sistem kesetimbangan kelarutan

Kelarutan molar           : jumlah mol zat yang melarut dalam satu liter larutan jenuh pada suhu tertentu

Kelarutan zat   : jumlah zat yang melarut dalam satu liter larutan jenuh pada suhu tertentu yang dinyatakan dalam mol atau gram.

Kesetimbangan kelarutan : sistem kesetimbangan dari elektrolit yang sukar larut
Kontaminasi endapan  :  pengotoran suatu endapan yang diakibatkan terserapnya zat lain

Kontaminasi kopresipitasi: pengotoran suatu endapan oleh zat lain yang larut dalam pelarut

Kontaminasi oklusi      :  pengotoran suatu endapan saat terjadinya pertumbuhan kristal

kontaminasi postpresifitasi:pengotoran suatu endapan karena timbulnya pengendapan berikutnya
             
Peptisasi :  pengendapan halus pada waktu pencucian

pH :  Logaritma negatif ion hidrogen dalam larutan (- log [H+])
Sampel : sebagian kecil dari bahan yang dipilih sehingga mewakili keseluruhan bahan tersebut.        
disebut juga cuplikan atau contoh

Sampling : proses pengambilan sampel dari keseluruhan bahan

Tetapan hasilkali kelarutan: tetapan kesetimbangan dari elektrolit yang sukar larut  diberi simbol Ksp            atau solubility product constant


Secara ringkas penanganan laboratorium digambarkan sebagai berikut :

 
Membersihkan tumpahan menggunakan zat pembersih dan peralatan pelindung yang benar.

Penanganan yang sangat tepat adalah dengan mengikuti data/ petunjuk penanganan bahan dalam “Material Safety Data Sheet” (MSDS)
Prosedur penanganan tumpahan secara umum adalah :
Ø  Kenali tumpahan/identifikasi bahan yang tumpah dan mengetahui teknik aman penanganannya.
Ø  Pastikan penggunaan alat pengaman diri
Ø  Cegah tumpahan meluas dan hentikan sumber  tumpahan jika hal tersebut aman dilakukan.
Ø  Tangani (di tempat) dengan cara yang tepat.
Secara umum  proses yang dilakukan adalah netralisasi. Bahan yang paling umum digunakan untuk keadaan darurat apabila terjadi tumpahan adalah pasir, tanah, natrium karbonat dan kapur. Tetapi untuk penanganan yang lebih tepat dapat dilihat di dalam “Material Safety Data Sheet” (MSDS).Bekas tumpahan bahan kimia di area kerja dapat dibersihkan dengan air, sabun/detergen, atau pembersih lain yang sesuai dengan bahan pengotornya.
Ø  Simpan semua limbah pada tempatnya yang sesuai kemudian tutup untuk penanganan lebih lanjut
Ø  Bersihkan pastikan kembali area tersebut telah bersih dan aman.

Membuang limbah sesuai dengan prosedur yang relevan
                     Limbah yang dihasilkan di area kerja dan/atau selama bekerja perlu ditangani sehingga tidak berbahaya bahkan mencemari lingkungan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jenis-jenis limbah, penyimpanan secara terpisah, penanganan untuk mereduksi  atau mengurangi tingkat bahayanya dan penyimpanannya perlu untuk diketahui jenis dan cara penanganan limbah antara lain :
Peralatan gelas yang pecah disimpan dalam tempat tertentu dan diberi label.
Ø  Kertas tisu (paper towel) dan limbah yang tidak berbahaya sejenis lainnya dapat digolongkan ke dalam limbah umum setelah yakin bahwa tidak terdapat kontaminasi mikroorganisme.
Ø  Cairan/larutan mudah larut dalam air dan tidak berbahaya dapat dibuang langsung ke wastafel dengan dibilas menggunakan banyak air. Untuk larutan asam/ basa perlu dinetralkan terlebih dahulu sebelum dibuang.
Ø  Bahan organik limbah yang mudah terbakar harus disimpan pada tempat tertentu dan diberi label.
Ø  Bahan-bahan anorganik yang mengandung logam berat disimpan pada tempat khusus.
Ø  Bahan-bahan yang mencemari lingkungan harus dipisahkan dan perlu penanganan pendahuluan .
Ø  Petrifilm & media agar yang telah digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu, dibakar/disimpan di tempat tertentu.
Limbah-limbah tersebut perlu diolah/ditangani lebih lanjut. Hal ini dapat dilakukan oleh pihak lain, limbah yang telah diolah harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.Berdasarkan cara penyimpanannya, limbah dapat dibagi dalam 8 klas :
Ø  Limbah yang mengandung Halogen-bebas pelarut organik.
Ø  Limbah yang mengandung halogen dengan pelarut organik dan larutan yang mengandung bahanbahan organik (jangan disimpan pada bahan yang terbuat dari aluminium).
Ø  Limbah residu bahan organik padat disimpan dalam kantong plastic (plastic bags) atau pada kemasan aslinya.
Ø  Limbah larutan garam ; pH dalam tempat penyimpanan harus selalu disesuaikan (antara 6-8).
Ø  Limbah beracun bahan anorganik termasuk juga garam-garam dari logam-logam berat dan larutannya. Disimpan pada tempat yang tertutup rapat dan label yang jelas.
Ø  Limbah beracun dan senyawa mudah terbakar.
Ø  Tempat penyimpanan yang tertutup dan tidak mudah pecah. Label yang jelas.
Ø  Limbah raksa dan garam garam anorganik raksa.
Ø  Limbah dapat diolah kembali (regenerable) dari residugram-residugram logam. Masing-masing garam logam disimpan terpisah.
Ø  Limbah anorganik padat



PROSES PEMBERSIHAN DAN PENANGANAN PERALATAN GELAS.

Cara kerja yang baik untuk membersihkan alat gelas adalah sebagai berikut :

1.      Pemilahan peralatan yang akan dibersihkan bertujuan untuk mempermudah pencucian dan pemilihan bahan pencuci.
2.      Alat gelas yang pecah dan/atau retak ditempatkan pada tempat penyimpanan khusus dan diberi label alat gelas pecah untuk penanganan lebih lanjut.
3.      Kontaminasi kotoran dapat dihilangkan secara mekanik dari alat gelas. Contohnya dengan cara disikat dan dikocok dengan air (jika perlu ditambahkan serpihan kertas saring).
4.      Minyak atau lemak dihilangkan dengan pelarut yang sesuai. Alat sebaiknya diisi dengan air sabun/detergen dan dikocok. Kemudian dibilas beberapa kali dengan air hingga bersih. Bila alat masih baru cukup dicuci dengan asam encer, air, methanol/etanol/aseton dan dikeringkan dengan aliran udara (jangan dipanaskan).
5.      Tetapi jika setelah menggunakan pembersih ini alat masih berlemak, dengan adanya tetesan-tetesan air melekat (bergantungan) pada bagian dalam kaca, perlu digunakan larutan pembersih dikromat. Ini dilakukan dengan membasahi permukaan bagian dalam alat itu dengan larutan dikromat asam atau merendamnya dalam larutan ini. Jika cara ini tidak berhasil, artinya alat masih kotor, selanjutnya alat dicuci dengan larutan kalium permanganat. Penggunaan larutan ini biasanya menimbulkan noda berwarna coklat oleh MnO2 pada kaca. Untuk menghilangkan noda ini digunakan HCl pekat, kemudian dibasahi dengan banyak air.



Alat-alat laboratorium

1. Gelas Piala (beaker glass)

Pada umumnya gelas piala berbibir sumbing, yaitu :
·         agar mudah menuangkan isinya.
·         sebagai tempat menonjolnya pengaduk dibawah kaca arloji.
·         sebagai lubang keluar gas, bila piala ditutupi kaca arloji.

Gelas piala yang banyak dipakai berukuran 400 ml, sering juga dipakai piala yang berukuran 250 ml, 600 ml atau 800 ml. pengisian gelas piala harus diatur sedemikian rupa, sehingga perbandingan antara isi cairan dan besar piala yang akan dipakai kira-kira 1 : 2.

2). Kaca Arloji (Watch glass)

             Kaca arloji yang baik terbuat dari kaca pyrex, sedangkan ukuran penampang lintangnya berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Alat ini digunakan untuk menutup piala yang berisi larutan (waktu Pemasangan).           Dapat pula digunakan sebagai alat penimbang contoh padatan (bila tidak tersedia sekoci timbang) atau untuk menguapkan cairan.

3). Labu semprot (washed bottle)

Labu semprot dipakai untuk menyimpan air suling yang akan dipergunakan sebagai pelarut contoh atau pencuci endapan, untuk membersihkan dinding bejana dari sisa-sisa endapan, atau membilas kaca arloji/lempeng kaca yang telah dipakai sebagai penutup piala.

4)         Pengaduk ( rod stirrer)

Batang kaca masif (3,5 mm) yang tumpul kedua ujungnya dan digunakan untuk mengaduk larutan. Dapat pula digunakan untuk membersihkan endapan pada dinding bejana untuk keperluan yang akhir ini ujungnya diselubungi karet (rubber policeman).

5. Corong

Corong yang baik berbentuk kerucut bersudut 60o digunakan untuk mentuskan atau menyaring. Biasanya berdiameter 57,9 cm, sedangkan tangkainya berpenampang lintang + 4 mm tidak boleh lebih panjang dari 15 cm (sedikit lebih  panjang dari pada tinggi kerucut).

6.Gelas Ukur

Gelas ukur biasanya digunakan untuk mengukur cairan tanpa terlalu teliti, dan yang sering digunakan berukuran 25 ml sampai 250 ml. Waktu digunakan, gelas ukur dipegang dengan tangan kiri dan ibu jari menunjukkan garis batas volume yang dikehendaki. Kemudian gelas ukur diangkat sehingga garis batas volume sama tinggi dengan mata pengukur. Akhirnya tangan kanan menuangkan cairan yang akan diukur kedalam gelas ukur tersebut. Hingga miniskus sejajar dengan garis batas tersebut.

7. Eksikator (desikator)

Pada umumnya eksikator digunakan untuk menyimpan cawan agar tetap kering, demikian pula isi cawan. Agar eksikator betul-betul rapat udara antara tutup dan mulutnya harus diolesi pelumas khusus atau campuran vaselin dan lilin tawon. Sdangkan untuk menjaga agar udara didalamnya kering, diperlukan bahan pengering seperti :
CaO, CaCl2 anhidrida Al2O3, Mg (ClO4)2 anhidrida P2O5, silicagel atau H2SO4 pekat.

Perhatian :

Jangan memasukan benda yang terlalu panas kedalam eksikator sebab udara didalamnya akan berkembang dan mengangkat tutup eksikator, sehingga terbuka/jatuh.
Disamping itu suhu benda didalam eksikator akan lambat turunnya, sehingga tidak dapat cepat-cepat ditimbang.





8. Cawan Porselin (Crucible) :

Biasanya cawan perselin digunakan sebagai tempat mengabukan kertas saring dan memijarkan endapan sehingga terbentuk senyawaan yang mantap.
            Untuk beberapa pengerjaan seperti peleburan (fusion) dengan Na2CO¬3¬, cawan perselin tidak, dapat digunakan. Untuk pemijaran khusus (pada suhu tinggi) dapat digunakan cawan-cawan : kwarsa, platina, emas, perak, besi atau alumunium (corundum).

9. Lumpang (Mortar) :

Lumpang biasanya digunakan untuk menggerus/menghaluskan contoh untuk analisis.
Ada beberapa macam lumpang yang digunakan dilaboratorium kimia antara lain :

a. Lumpang porselin
Tidak boleh digunakan untuk menggerus contoh analisis yang keras-keras (terutama serba macam garam) agar contoh tidak tercampur debu porselin.

b. Lumpang akik (agate)
Digunakan untuk menghaluskan contoh analisis. Oleh karena itu akik berpori cairan tidak boleh terlalu lama dibiarkan dalam lumpang akik, sebab akan diabsorbsi. Juga akik tidak boleh dipanaskan agar tidak pecah.

c. Lumpang Alumina
Lumpang Alumina (kekerasan = 9) dapat menggantikan l       umpang akik.

10. Gegep/Tang Cawan (Crucible Tang)

Tang cawan yang baik terbuat dari Nikel atau Baja tahan karet (stainless steel) dan digunakan untuk mengambil cawan panas. Untuk mengambil cawan platina sebaiknya digunakan tang yang ujungnya di lapisi platina.
10. Pemanas Listrik (Hot Plate)

Pemanas listrik (100 – 200oC) digunakan untuk memanaskan/mendidihkan cairan yang mudah terbakar.

11. Penangas Air (Water Bath)

Penganas air digunakan untuk memanaskan endapan, menguapkan cairan dsb. Pada suhu dibawah 100oC. alat ini terbuat dari tembaga, diisi air setengah penuh dan dipanaskan dengan pembakar Bunsen. Piala gelas berisi air mendidih merupakan penangas air paling sederhana, penangas air terbuat dari baja tahan karat, dipanaskan dengan tenaga listrik dilengkapi termostat.

12. Peti Pengering (Oven)

Peti pengering ada yang dipanaskan dengan gas listrik (250 -300oC) atau uap air (90 – 95oC). alat ini digunakan untuk mengeringkan contoh atau menetapkan kadar air dalam contoh.
Pada umumnya sekarang dipakai tenaga listrik, oven dilengkapi termostat (pengatur suhu) dan timer (pengatur waktu).

13. Tanur :

Tanur dibuat dari bata tahan api, dipanaskan dengna listrik dan dapat mencapai suhu sehingga 1200oC. Biasanya dilengkapi dengan thermo couple dan pyro meter, agar suhu dapat diatur sewaktu pemijaran (endapan, dll).











1)      Menyaring endapan dengan kertas saring
Untuk menyaring diperlukan corong dengana kerucut bersudut 60o. Endapan yang kemudian akn dipijarkan harus dituskn dengan kertas saring takberabu.Macam kertas saring tak berabu yang biasa dipergunakan dilaboratorium antara lain seperti dalam daftar (menurut Whatman) dibawah ini :
                Tabel 2.nama kertas saring
Nomor Whatman tak berabu
Nomor Whatman tak berabu diperkeras
Sifat endapan
Kecepatan penyaring
Nomor Schleicher dan Schuell
41
541
Kasar dan yang seperti selai
Cepat
589
pita hitam
43

Hablur
Sedang

40
540
Hablur
Sedang
589
pita putih
44
42
542
Hablur
Halus
Perlahan
Lahan
589
pita biru (kertas barit)
Garis tengah kertas saring bundar tak berabu yang biasa diperdagangkan berukuran antara 5, 7, 9 dan 11 cm. namun yang banyak digunakan berukuran 9 dan 11 cm.
Ukuran garis tengahkertas saring dipilih harus disesuaikan dengan banyaknya endapn (bukan dengan volume cairan yang akan disaring) demikian rupa, sehingga pada akhir pentusan seluruh endapan hanya mengisi sepertiga kapasitas kertas saring.
Setelah diperoleh kertas saring cocok (nomor dan besarnya) pilihlah corong yang cocok pula bagi kertas saring tersebut sehingga bila ini dipasang didalamnya, pinggirannya berada10 – 20 mm, dibawah pinggir corong.
             1      

                
 




Gambar  Tahapan melipat (folding) kertas saring hingga memasang pada corong
Sekarang kertas saring bundar ini dilipat satu kali tepat ditengah-tengah, lalu dilipat sekali lagi, demikian rupa sehingga salah satu ujung sebelah dalam dirobek sedikit lalu kerucut kertas saring ini dibuka dan dipasangkan dengan hati-hati kedalam corong.
Dengan menggunakan botol semprot kertas saring dibasahi dengan air suling  sedikit, lalu kertas saring ditekan-tekan dengan jempol kanan (yang bersih) untuk menghilangkan gelombang udara yang berada antar kertas saring dan dinding dalam corong.
Untuk menjaga agar kertas saring berfungsi baik, kertas saring harus diisi dengan air suling sampai hampir penuh. Bila sudah baik air akan turun dari corong sebagai aliran halus dan segera akan memenuhi tangkai corong.
Jika turunnya air perlahan-lahan, tetes demi tetes, kertas saring tersebut harus diganti dengan yang baik. Kertas saring yang tidak tepat, akan menghambat penyaringan.
Untuk memulai penyaringan corong yang berisi kertas saring yang tepat, ditaruh dalam rak/alat pemegang corong; dibawahnya ditaruh piala bersih dan diatur agar ujung tangkai corong menempel pada dinding piala, sehingga tidak terjadi cipratan-cipratan.






Takaran kuantitas yang layak dari bahan reaksi untuk menyiapkan solusi dan mencatat data.

Persen berat/volume (% b/v) :
Jumlah gram dari zat terlarut dalam 100 ml larutan

Persen berat/berat (% b/b) :
Jumlah gram dari zat terlarut dalam 100 gram larutan.

Persen volume/volume (% v/v) :
Jumlah mililiter dari zat terlarut dalam 100 ml larutan.

Kemolaran atau Molaritas :
Jumlah mole dari zat terlarut dalam 1 liter larutan.

M         =          n/V atau n = M x V

M         =          Molaritas (konsentrasi molar) larutan
n          =          Jumlah mole zat terlarut
V         =          Volume larutan dalam liter.


Kenormalan atau Normalitas :
Jumlah gram ekivalen (grek) zat terlarut dalam 1 liter larutan
N         =  e/V       atau   e = N x V
N         = Normalitas (konsentrasi normal) larutan
e          = jumlah gram ekivalen (grek) zat terlarut 
V         = volume larutan dalam liter

Bagian per sejuta (ppm) :
Jumlah miligram zat terlarut dalam 1 liter larutan.


Contoh perhitungan konsentrasi larutan
·         b/v %
Untuk membuat larutan KCI 2% b/v sebanyakd dalam 500 ml diperlukan KCI :
= 500  X  2 gr  =  10 gr
   100
·         b/b %
Untuk membuat larutan NaOH 4% b/b sebanyak 100 gr diperlukan NaOH sebanyak :
4,0 gram X 100 g = 4,0 gr NaOH
100 gr
·         v/v %
10  x  200 ml = 20 ml
100

·         M
Untuk membuat larutan AgNO3 0,1 M sebanyak 200 ml diperlukan AgNO3 sebanyak :
0,1 x 200  x  169,9  = 3,398 gr
          1000
169,9 adalah berat molekul AgNO3

·         N
Untuk membuat larutan NaOH 0,1N sebanyak 100 ml diperlukan NaOH sebanyak :
0,1  X  100 ml x 40,0 gr  = 0,4 gr
1000 ml

·         ppm
Untuk membuat larutan 2 ppm K2Cr2O7 sebanyak 1000 ml larutan, K2Cr2O7 sebanyak :
2 mg  x  1000 ml = 2 mgr
1000 ml

Catatan :
Zat aktif dalam asam-asam adalah hidrogen
® Asam klorida mempunyai rumus kimia HC1 yang mengandung hanya satu

        hidrogen. Bila 0,1 mole HC1 dilarutkan dalam 1 liter larutan maka :
Molaritas larutan = 0,1 M
Normalitas larutan = 0,1 N

® Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4 yang mengadung dua
       hidrogen. Bila 0,1 mole H2SO4 dilarutkan dalam 1 liter larutan maka :
Molaritas larutan = 0,1 M
Normalitas larutan = 0,2 N

Membuat label dan rincian catatan larutan dalam catatan laboratoium

Pada umumnya, suatu buku harian laboratorium adalah buku gabungan yang digunakan untuk mencatat hal-hal penting yang didapat dari pelaksanaan suatu prosedur. Buku harian juga mencatat hal-hal tentang kebutuhan termasuk tanggal, nama/judul dan rinciannya.
Selain hal-hal yang perlu seperti diatas, dalam buku harian atau buku laboratorium digunakan juga untuk mencatat bahan-bahan yang penting seperti :
1.      Kapan contoh itu datang ke laboratorium
2.      Larutan standar yangakan diperlukan
3.      Kalibrasi bahan yang diperlukan
           
Setiap wadah harus diberi etiket dengan benar sehingga dapat diketahui isinya dengan benar. Etiket harus berisi informasi seperti berikut :
1.      Nama atau rumus zat kimia
2.      Kepekatan
3.      Tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa
4.      Inisial (singkatan nama) pembuatan larutan
5.      Nomor stok/nomor kode
6.      Stiker peringatan bahaya

Masing-masing tempat kerja memiliki sistem penyimpanan yang berbeda. Dan harus dikelompokkan sesuai dengan derajat bahaya, kemudian disusun secara alfabetis.






Memindahkan larutan ke dalam wadah berlabel dengan benar

Bila kita memindahkan larutan ke dalam suatu wadah baru maka larutan tersebut mungkin :
1.      Tercurah/tercecer,
2.      Menetes,
3.      Hilang / berkurang selama proses pemindahan.
4.       
Untuk menghindari hal tersebut diatas perlu dilakukan :
1.      Batang pengaduk
2.      Corong.


Mencek larutan stok yang ada

Hal-hal penting yang perlu dilakukan dalam mencek larutan stok yang ada :
1.      Memantau daya tahan larutan kerja
2.      Mengganti larutan
3.      Melakukan analisis titrimetri secara rutin/berkala



















Pembahasan Umum Tentang Titrasi

Titrasi adalah suatu jenis volumetri. Dalam titrasi, analit direaksikan dengan suatu bahan lain yang diketahui/dapat diketahui jumlah mol-nya dengan tepat. Bila bahan tersebut berupa larutan, maka konsentrasi harus diketahui dengan teliti; larutan demikian dinamakan „larutan baku“. Dalam titrasi, konsentrasi larutan baku harus diketahui sampai empat desimal.
Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret sedikit demi sedikit sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi ekivalen satu sama lain. Pada saat titran yang ditambahkan telah ekivalen, maka penambahan titran harus dihentikan; pada saat demikian dinamakan „titik akhir“ titrasi. Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titran sedangkan larutan yang ditambah titran disebut titrat.

Syarat-Syarat Titrasi

            Tidak semua reaksi dapat dipergunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Reaksi harus berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas.
2.      Reaksi harus cepat dan reversibel. Bila tidak cepat, titarsi akan memakan waktu terlalu banyak apalagi menjelang titik akhir reaksi. Bila reaksi tidak reversibel, penentuan akhir titrasi tidak tegas.
3.      Harus ada penunjuk akhir reaksi (indikator). Penunjuk itu dapat :
·         Timbul dari reaksi titrasi itu sendiri, misalnya titrasi campuran asam oksalat + asam sulfat oleh KmnO4.
·         Berasal dari luar. Dapat berupa suatu zat atau suatu alat yang dimasukkan kedalam titrat. Zat itu disebut „indikator“ dan menunjukan akhir titrasi, karena
a.       menyebabkan perubahan warna titrat atau
b.      menimbulkan perubahan kekeruhan dalam titrat (larutan jernih menjadi keruh atau sebaliknya)
4.      Larutan baku yang direaksikan dengan analit harus mudah dibuat dan sederhana penanganannya serta harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah.

Penggolongan Titrasi

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan beberapa masalah dalam titrasi yaitu:
1.      Cara menentukan titik akhhir yang harus tepat.
2.      Cara menghitung jumlah analit harus benar.
3.      Cara menentukan konsentrasi larutan baku harus teliti.
Ketiga hal ini penting sekali dan sebelum membahas lebih jauh akan dibahas terlebih dahulu tentang penggolongan titrasi.

A.     Titrasi berdasarkan reaksi-reaksi metatetik, yaitu reaksi pertukaran ion, disini tidak ada unsur yang berubah tingkat valensinya. Contohnya adalah titrasi asam kuat oleh basa kuat  atau sebaliknya, misalnya:
HCl  +  NaOH             NaCl  + H2O
Reaksi ini dikatakan pertukaran ion karena Cl- yang semula terikat dengan H+ bertukar tempat dengan OH- yang sebelumnya terikat pada Na+. Semua unsur setelah reaksi masih sama tingkat valensinya.


Macam titrasi ini dibedakan menjadi:
1.      Titrasi asidimetri-alkalimetri yaitu titrasi yang menyangkut asam dan atau basa. Dalam titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan cara perhitungan adalah pH titrat.
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi ini adalah:
·         asam dengan basa (reaksi penetralan); agar kuatitatif, maka asam dan atau basa yang bersangkutan harus kuat.
·         asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah) agar kuatitatif asam harus kuat dan garam itu harus terbentuk dari asam lemah.
Contoh:
            HCl  +  Na2CO3               NaHCO3  +  NaCl
            2HCl  +  Na2CO3             H2O  +  CO2  +  2NaCl
HCl  +  NH4BO2              HBO2  +  NH4Cl
·         basa dengan garam agar kuantitatif basa harus kuat dan garam harus terbentuk dari basa lemah, jadi berdasarkan pembentukan basa lemah tersebut.
2.      Titrasi presipitimetri yaitu titrasi dimana terbentuk endapan. Semakin kecil kelarutan endapan, semakin sempurna reaksinya.

B.     Titrasi berdasarkan reaksi redoks yaitu terjadinya perpindahan elektron, disini terdapat unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat valensi.
Titik Akhir
Tentang penentuan titik akhir sudah disebutkan beberapa kemungkinannya. Secara spesifik macam indikator yang dipergunakan dibahas dalam pembicaraan tiap macam titrasi. Bila tidak dipergunakan alat sebagai indikator, maka titik akhir dilihat bila ada perubahan:

1.      Warna yaitu larutan tidak berwarna menjadi berwarna tertentu atau larutan berwarna lenyap warnanya atau larutan berwarna satu berubah menjadi warna lain.
2.      Kekeruhan yaitu larutan yang jernih menjadi keruh atau sebaliknya.
Bila tidak ditambahkan indikator, maka perubahan warna terjadi karena titran atau titrat mempunyai warna,

Pembuatan Larutan Baku Dan Standardisasi

Karena titrasi merupakan jalan yang paling sederhana untuk standardisasi, maka penting untuk mengetahui sifat-sifat atau syarat-syarat yang diperlukan untuk bahan baku primer yaitu:

1.      Sangat murni, atau mudah dimurnikan, mudah diperoleh dan dikeringkan
2.      Mudah diperiksa kemurniannya (mengetahui macam dan jumlah pengotornya)
3.      Stabil dalam keadaan biasa, setidak-tidaknya selama ditimbang
4.      Sedapat mungkin mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk mengurangi kesalahan penimbangan
5.      Dalam titrasi akan bereaksi menurut syarat-syarat reaksi titrasi.



Indikator pH Atau Indikator Asam-Basa
Indikator asam-basa adalah suatu zat yang dapat berubah warnanya apabila pH lingkungannya berubah.

Tabel : Beberapa indikator asam-basa yang penting
No.
Nama
Trayek pH
Warna Asam
Warna Basa
1
Kuning Metil
2.9    4.0
Merah
Kuning
2
Metil jingga
3.1    4.4
Merah
Kuning
3
Hijau Bromkresol
3.8    5.4
Kuning
Biru
4
Merah Metil
4.2    6.3
Merah
Kuning
5
Brom timol biru
6.0    7.6
Kuning
Biru
6
Merah Fenol
6.4    8.0
Kuning
Merah
7
Purper Kresol
7.4    9.6
Kuning
Purpur
8
Fenolftalein
8.0    9.6
-
Merah
9
Timolftalein
9.3    10.5
-
Biru
10
Kuning Alizarin
10.1    12.0
-
Violet





Bila suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukan titik akhir titrasi, maka :

1.      Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran ekivalen dengan titrat yaitu agar tidak terjadi kesalahan titrasi (selisih antara titik akhir dan titik ekivalen)
2.      Perubahan warna itu harus terjadi secara mendadak agar tidak ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan. Bila perubahan warna mendadak sekali yaitu tetes terkahir menyebabkan warna sama sekali lain, maka dikatakan bahwa titik akhirnya tegas (sharp)


DAFTAR PUSTAKA

Widarsih, Wiwi.,Nur Aeni, Iceu, 2007 ; Dasar Kerja Laboratorium, BOGOR : Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor.






















KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA

PENGERTIAN DAN FUNGSI LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN

Lembar Data Keselamatan Bahan atau dalam istilah asing disebut sebagai Material Safety Data Sheet (MSDS) adalah sekumpulan informasi singkat dan padat mengenai data fisik / kimia suatu material (bahan kimia) termasuk berbagai tindakan keselamatan yang perlu dilakukan serta penanganannya.

LABEL

Pemasok komersial biasanya memberi label tindakan pencegahan pada wadah bahan kimianya. Label biasanya menunjukkan bahaya utama yang terkait dengan isinya. Perhatikan bahwa label tindakan pencegahan tidak menggantikan MSDS, LCSS, dan ICSC sebagai sumber informasi utama untuk penilaian risiko. Tetapi, label bertindak sebagai pengingat berharga tentang bahaya utama yang terkait dengan zat tersebut. Sama dengan MSDS, kualitas label dapat berubah-ubah. Jika wadah diterima tanpa label komersial, tanda bahaya yang sesuai harus dipasang pada wadah sebelum bahan kimia dapat digunakan di laboratorium.

SISTEM HARMONISASI GLOBAL UNTUK KOMUNIKASI BAHAYA

Sistem Harmonisasi Global untuk Klasifi kasi dan Pelabelan Bahan Kimia (Globally Harmonized System, GHS) adalah sistem yang diakui secara internasional untuk klasifi kasi dan komunikasi bahaya. GHS mengelompokkan zat menurut bahaya fisik, kesehatan, dan lingkungan yang dimilikinya dan memberikan label berbasis piktogram standar untuk menunjukkan bahaya tersebut. Label wadah harus menyertakan penanda produk dengan informasi bahan penyusun berbahaya, informasi pemasok, piktogram bahaya (Gambar B.1), kata isyarat, pernyataan bahaya, informasi pertolongan pertama, dan informasi tambahan. Tiga dari elemen ini—piktogram, kata isyarat, dan pernyataan bahaya—dibakukan menurut GHS. Kata isyarat “Bahaya” atau “Peringatan” mencerminkan keparahan bahaya yang ditimbulkan. Pernyataan bahaya adalah frasa standar yang menjelaskan sifat bahaya
yang ditimbulkan oleh bahan (msl., pemanasan dapat menyebabkan ledakan).

GAMBAR B.1
Piktogram GHS untuk melabeli wadah bahan kimia berbahaya.

(THE NATIONAL ACADEMIES PRESS Washington, DC ; A Guide to Prudent Chemical Management.2010).

 






 

2 komentar:

  1. bisa tolong kirim datanya mang?
    coz beberapa gambar hilang ni mang...
    terima kasih sebeelumnya mang

    BalasHapus
  2. kirim ke edwarboys@gmail.com y mang,klau bisa,terima kasih sebelumnya

    BalasHapus