August 29, 2009
sumber : http://rimbakalimantan.multiservers.com/tips4.html
I. PENDAHULUAN
1. Definisi Telusur Gua
Kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki gunung sudah
sangat dikenal, meniti tebing terjal, bahkan menginjak puncak gunung es
atau salju kini bukan lagi merupakan suatu impian. Ada satu kegiatan
lain di alam bebas yang mulai berkembang, yaitu Telusur Gua.
Jika bentuk kegiatan di alam bebas kebanyakan dilakukan di alam
terbuka, tidak demikian halnya dengan telusur gua ; kegiatan ini justru
dilakukan di dalam tanah.
Telusur Gua atau Caving berasal dari kata cave, artinya gua. Menurut
Mc Clurg, cave atau gua bearti “ruang alamiah di dalam bumi”, yang
biasanya terdiri dari ruangan-ruangan dan lorong-lorong.
Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai ‘aktivitas penelusuran gua’.
Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak lepas dari keadaan gelap total.
Justru keadaan seperti ini yang menjadi daya tarik bagi seorang caver,
sebutan untuk seorang penelusur gua. Petualangan di lorong gelap bawah
tanah menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar
bercampur dengan perasaan cemas karena gelap total. Ada apa dalam
kegelapan itu ? membahayakankah ? adakah kehidupan di sana ? Pertanyaan
lebih jauh bagaimana lorong-lorong itu terbentuk ? Pertanyaan yang
kemudian timbul, kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan
aspeknya, termasuk misteri yang dikandungnya. Maka dikenal istilah
“speleologi”. Ruang lingkup ilmu pengetahuan ini tidak hanya keadaan
fisik alamaiahnya saja, tetapi juga potensinya; meliputi segi
terbentuknya gua, bahan tambang, tata lingkungan, geologi gua, dan
segi-segi alamiah lainnya.
Kalau sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lubang gelap
mengangga”, maka para penelusur gua justru masuk kedalamnya, sampai
berkilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil apapun tak luput dari
perhatiannya, jika perlu akan ditelusuri sampai tempat yang paling dalam
sekalipun.
Mc. Clurg mencatat, setiap penelusuran gua tidak menginginkan lorong
yang ditelusurinya berakhir, mereka mengharapkan di setiap kelokan di
dalam gua dijumpai lorong-lorong yang panjangnya tidak pernah disaksikan
oleh siapapun sebelumnya. Sehingga apabila orang bertanya, “ Mengapa
mereka memasuki gua ?”, barangkali catatan Norman Edwin adalah
jawabannya, “ Adalah suatu kepuasan bagi seorang penelusur gua bila
lampu yang dibawanya merupakan sinar pertama yang mengungkapkan sebuah
pemandangan yang menakjubkan di bawah tanah”.
2. Sejarah Penelusuran Gua
Sejarah penelusuran gua dimulai di Eropa sejak 200 tahun lalu.
Eksplorasi pertama tercatat dalam sejarah adalah tanggal 15 Juli 1780,
ketika Louis Marsalliers menuruni gua vertikal Fairies di Languedoc,
Perancis. Kemudian pada tanggal 27 Juni 1888, seorang ahli hukum dari
Paris bernama Eduard Alfred Martel mengikuti jejak Marssalliers.
Penelusurannya kali ini direncanakan lebih matang dengan menggunakan
peralatan lengkap seperti katrol, tangga gantung, dan perahu kanvas yang
pada waktu itu baru diperkenalkan oleh orang-orang Amerika. Bahkan
telephone yang baru diperkenalkan digunakan untuk komunikasi di dalam
tanah. Usaha Martel ini dianggap sebagai revolusi di bidang penelusuran
gua, sehingga ia disebut sebagai “Bapak Speleologi Modern”.
Prestasi Martel juga dalam hal memetakan gua yang merupakan kewajiban
seorang penelusur gua ketika ia melakukan eksplorasi gua ketika ia
melakukan eksplorasi gua. Antara tahun 1888-1913, Martel telah banyak
memetakan gua dalam setiap penelusurannya, ini digunakan untuk
kepentingan ilmiah, dan untuk merekam kedalaman serta panjang gua-gua
tersebut.
Ketika Perang Dunia II selesai, kegiatan penelusuran gua memunculkan
kembali dua orang tokoh ; Robert de Jolly dan Norman Casteret. De Jolly
merupakan pembaharu di bidang peralatan peralatan penelusuran gua,
seperti tangga gantung dari aluminium dan perahu kanvas yang lebih
sempurna. Penemuan ini mejadi standar bagi para penelusur gua sampai 50
tahun kemudian. Sedangkan Casteret menjadi pioneer di bidang “cave
diving”. Usahanya ini dilakukan pada tahun 1922, ketika Casteret pertama
kali menyelami lorong-lorong yang penuh air di gua Montespan tanpa
bantuan peralatan apapun. Karangan-karangan Casteret antara lain “My
Cave” dan “Ten Years Under Ground”, yang kemudian menjadi buku pegangan
bagi para penggemar cave diving dan ahli speleologi.
Kebanyakan penelusur gua memulai kegiatannya sebagai pemanjat tebing,
karena memang kegiatan yang dilakukan hampir serupa. Para pemanjat
tebing pula yang memberi inspirasi bagi perkembangan penelusuran gua.
French Alpine Club, sebuah perkumpulan pendaki gunung ternama di Eropa
telah mengadakan ekspedisi bawah tanah, dan untuk pertama kalinya
menggunakan tali sebagai pengganti tangga gantung. Kelompok ini pula
yang mencipatakan rekor penurunan gua vertikal sedalam 608m.
Sejarah penelusuran gua sejalan dengan sejarah penelitian gua
(speleologi), kedua kegiatan ini tak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya. Hal inilah yang dilakukan oleh Eduard Martel, Robert de Jolly,
Norman Casteret dan banyak lagi penelusur gua di seluruh dunia.
II. TERJADINYA GUA DAN JENISNYA
Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu rekahan
dan cairan. Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona lemah”,
merupakan sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak
keluar. Cairan ini dapat berupa larutan magma atau air. Larutan magma
menerobos ke luar karena kegiatan magmatis dan mengikis sebagian daerah
yang dilaluinya. Apabila kegiatan ini berhenti, maka bekas jejaknya
(penyusutan magma cair) akan meninggalkan bentuk gua, lorong, celah atau
bentuk lain semacamnya. Ini sering disebut gua lava, biasanya di daerah
gunung berapi.
Proses yang terjadi terhadap batuan yang dilaluinya, tidak hanya
proses mekanis, tetapi juga proses kimiawi. Karenanya, dinding celah
atau gua, biasanya mempunyai permukaan yang halus dan licin.
Pembentukan gua lebih sering terjadi pada jenis batuan gamping,
karst, dengan komposisi dominan Kalsium Karbonat (CaCO3), disebut gua
batu gamping. Batuan ini sangat mudah larut dalam air, bisa air hujan
atau air tanah. Oleh karenanya, reaksi kimiawi dan pelarutan dapat
terjadi di permukaan dan di bawah permukaan. Tetapi sering kali
ditemukan juga mineral-mineral hasil reaksi yang tidak larut di dalam
air, misalnya kuarsa dan mineral ‘lempung’. Lazimnya bahan-bahan ini
akan membentuk endapan tersendiri. Sedangkan larutan jenuh kalsium, di
tempat yang tidak terpengaruh oleh tenaga mekanis, diendapkan dalam
bentuk kristalin, antara lain berupa stalagtit dan stalagmit, yang
tersusun dari mineral kalsit, dan variasi-variasai ornamen gua lainnya
yang menarik untuk dilihat.
Air cenderung bergerak ke tampat yang lebih rendah. Sama dengan yang
terjadi di bawah permukaan. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan.
Hal ini berakibat daya reaksi dan pengikisan bersifat kumulatif. Tidak
heran betapapun kecilnya sebuah celah tempat masuknya air di permukaan
dapat menyebabkan hasil pengikisan berupa rongga yang besar, bahkan
lebih besar di tempat yang lebih dalam. Rongga yang terbentuk mestinya
berhubungan pula, hal ini mungkin karena sifat air yang mudah menyusup
ke dalam celah yang kecil dan sempit sekalipun.
Ukuran besarnya gua tidak hanya tergantung pada intensitas proses
kimiawi dan pengikisan yang berlangsung, akan tetapi juga ditentukan
oleh jangka waktu proses itu berlangsung. Sedangkan pola rongga yang
terjadi di bawah permukaan tidak menentu. Seandainya ditemukan pola
rongga yang spesifik (mengikuti arah tertentu) maka dapat diperkirakan
faktor geologi ikut berperan, misalnya adanya sistim patahan atau aspek
geologis lainnya.
Selain jenis lava dan batu gamping yang dapat menyebabkan terjadinya
gua, jenis batu pasir juga kadang-kadang memungkinkan terjadinya gua,
demikian pula batuan yang membentuk lereng curam di tepi pantai. Kedua
jenis batuan yang terakhir ini, biasanya mengakibatkan terjadinya gua
yang tidak begitu dalam. Tenaga yang mempengaruhinya adalah tenaga
mekanis berupa hantaman air atau hempasan ombak. Gua yang terjadi di
sini disebut gua laut.
Di dalam proses pembentukan lorong ada banyak sekali kemungkinan
bentuk, termasuk juga pembentukan apa yang kemudian kita sebut sebagai
ornamen gua atau speleothem, beberapa ornamen yang memiliki sifat sama
diberi nama; diantaranya;
1. Aragonite : Crystalline / cristal yang terbentuk dari CaCO3, jarang dijumpai.
2. Flow Stone : Kalsit (Calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding lorong gua.
3. Gours : Kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam aliran air atau
kemiringan tanah. Aliran ini mengandung banyak CO2. Semakin CO2 memuai
(menguap), kalsit yang terbentuk semakin banyak.
4. Helectite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari gaya tarik bumi. Biasanya melingkar.
5. Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk
dimetamorfasekan oleh panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang
unik dari batu tersebut.
6. Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung
7. Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap stalactite.
8. Straw : seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air.
9. Styalalite : Garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping.
10. Pearls : Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dalam kolam di
bawah tetesan air. Disebut pearls karena bentuknya mirip mutiara.
11. Curtain : Endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung di langit-langit gua atau di dinding gua.
12. Column
13. Couli Flower
14. Rimstone Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk ketika
terjadi pengendapan air, CO2-nya menghilang dan menyisakan kalsit yang
bersusun-susun.
III. ETIKA DALAM PENELUSURAN GUA
Penelusuran gua merupakan kegiatan kelompok, karenanya dalam setiap
penelusuran tidak dibenarkan seorang diri. Jumlah minimal untuk sebuah
eksplorasi gua adalah 4 orang. Hal ini didasarkan atas pertimbangan,
jika terjadi kecelakaan pada salah seorang anggota kelompok, satu orang
dibutuhkan untuk menjaganya, sedangkan dua lainnya mempersiapkan
pertolongan (rescue), atau kalau tidak mungkin, cari pertolongan kepada
penduduk.
Sebelum memasuki gua, hal yang harus dilakukan adalah meninggalkan
pesan kepada orang lain tentang : tujuan gua yang akan dimasuki, jumlah
penelusur, lama kegiatan, bagian gua yang akan dimasuki, dan lain-lain.
Kemudian tinggalkan seorang pengamat di luar gua. Orang ini akan sangat
berguna untuk memberi peringatan, jika terjadi sesuatu di luar gua,
misalnya hujan lebat yang dapat mengakibatkan banjir dalam gua. Kalau
tidak mungkin, pelajarilah keadaan cuaca terakhir di daerah tersebut,
juga disiplin waktu yang disepakati.
Hal lain yang harus diperhatikan, yaitu membawa makanan dan minuman.
Paling penting kondisi badan harus selalu fit di saat melakukan
penelusuran gua. Sikap yang baik, menyadari kemampuan diri sendiri dan
tidak memaksakan diri untuk menelusuri gua, jika kondisi atau kemampuan
tidak memungkinkan.
Satu hal yang harus diresapi dan disadari oleh setiap penelusur gua
yaitu masalah “konservasi”. Jangan mengambil apapun, jangan meninggalkan
apapun dan jangan bunuh apapun. Setiap buangan yang ditinggalkan akan
merusak lingkungan biologis gua yang sangat rapuh, misalnya sampah
karbit. Bawalah semua sampah-sampah ke luar gua dan buang ke tempat
pembuangan sampah. Setiap kerusakan yang ditimbulkan oleh penelusur
adalah tindakan tercela, karena untuk merusakkan benda-benda dalam gua
misalnya stalagmit dan stalagtit hanya butuh beberapa detik saja,
sedangkan proses pembentukan benda-benda tersebut membutuhkan waktu
ribuan bahkan jutaan tahun.
Jika prinsip-prinsip di atas disadari dan dilaksanakan oleh penelusur
gua, maka semboyan: take nothing but picture, leave nothing but
footprint, kill nothing but time, terasa semakin berarti.
IV. TEKNIK DALAM PENELUSURAN GUA
IV.1. Penelusuran Gua Horisontal
Pada dasarnya setiap penelusur gua, harus memulai perjalanannya dalam
kondisi tubuh fit . Malah dalam sebuah buku teks disebutkan , apabila
badan terasa kurang fit, sebaiknya perjalanan eksplorasi gua dibatalkan
(etika penelusuran gua). Hal ini disebabkan karena udara di dalam gua
sangat buruk, penuh deposit kotoran burung dan kelelawar, ditambah
kelembaban yang sangat tinggi. Mudah sekali dalam kondisi demikian
seorang penelusur gua terserang penyakit paru-paru, beberapa pioneer
penelusur gua menghentikan kegiatan eksplorasinya karena terserang
penyakit ini.
Selain memerlukan kondisi tubuh yang baik, seorang penelusur gua
sedikit banyak harus harus memiliki kelenturan tubuh dan yang terpenting
tidak cepat menjadi panik dalam keadaan gelap dan sempit. Bentuk tubuh
juga mempengaruhi kecepatan gerak seorang penelusur gua. Penelusur Gua
ideal adalah yang memiliki badan relatif kecil meskipun belum tentu
menjadi jaminan akan menjadi penelusur handal.
Dalam penelusuran horisontal, kita lakukan gerak, jalan membungkuk,
merangkak, merayap, tengkurap, dan kadang terlentang, menyelam serta
berenang. Dengkul dan ujung siku merupakan sisi penting buat seorang
penelusur atau caver.
Peralatan pribadi untuk gua horisontal
1. Helm
2. Caving sling
3. Cover all
4. Caving pack sack
Peralatan tim untuk gua horisontal
1. Perahu karet
2. Tali
3. Kamera
4. Kompas
5. Topofil
IV.2 Penelusuran Gua Vertikal
Sampai dengan saat ini, ada beberapa sistem yang digunakan dalam
penelusuran gua vertikal. Yang dianggap terbaik karena efektifitasnya
adalah Single Rope Technique (SRT).
SRT hanya menggunakan satu tali tunggal, dan menggunakan prinsip
pemindahan beban ketika menaiki tali tersebut, sehingga menggunakan dua
alat naik.
IV.2.1 Peralatan Penelusuran Gua Vertikal
Disini hanya akan dibahas mengenai peralatan yang digunakan untuk keperluan SRT, dan sedikit alternatifnya.
A. Peralatan Pribadi
Perlengkapan/peralatan yang disebutkan di bawah ini merupakan
perlengkapan yang harus melekat pada seorang penelusur gua pada saat
melakukan penelusuran gua vertikal. Secara garis besar peralatan yang
harus dikenakan pribadi dibagi menjadi 3, yaitu alat untuk naik, alat
untuk turun dan peralatan penunjang.
Peralatan Naik (ascender)
Ada beberapa jenis peralatan yang dapat dikategorikan dalam
ascender, yang memiliki keistimewaan apabila terbeban akan semakin
mengunci ke tali.
1. Foot Loop Jammer
Alat ini akan digunakan oleh tangan untuk menarik beban badan,
dihubungkan dengan webbing ke sit harness, sehingga juga menjadi
pengaman kita. Pada alat ini ditempatkan foot-loop (sling injak) dan
security link (tali pengaman). Alat ini menggunakan gigi-gigi runcing
untuk mencengkram mantel dari tali, sehingga semakin terbeban akan
semakin mengunci ke tali. Yang biasa digunakan sebagai Foot Loop Jammer
adalah Jumar produksi Petzl, yang memiliki dua warna, kuning untuk
tangan kiri, dan biru untuk tangan kanan. Ada beberapa jenis ascender
lain yang memiliki bentuk dan fungsi hampir sama dengan Jumar Petzl,
diantaranya CMI Jammer.
2. Chest Jammer
Alat untuk naik yang prinsipnya hampir sama dengan Jumar, namun
bentuknya lebih ringkas (tidak ada pegangan untuk tangan), dan
dihubungkan langsung dengan Sit Harness dan Chest Harness, selain
sebagai alat naik, juga berguna untuk menjaga agar badan tetap sejajar
dengan tali. Chest Jammer keluaran Petzl biasa disebut Croll yang memang
sudah dirancang untuk kepentingan SRT.
Jumar dan Croll merupakan dua alat utama yang digunakan dalam SRT,
ketika badan kita menggunakan Croll sebagai pengaman, dalam artian beban
kita bergantung di Croll, tangan kita dapat menggunakan Jumar untuk
menambah ketinggian.
Peralatan Turun (Descender)
1. Figure Of Eight
Dapat digunakan sebagai alat turun, namun dalam SRT hal ini
tidak dianjurkan, mengingat Figure Of Eight mengandalkan friksi dengan
tali dengan cara membelokkan arah tali, sementara tali yang digunakan di
SRT adalah Tali Statis yang akan lebih mudah rusak apabila arah gayanya
diubah.
2. Bobin Descender
Alat yang dikeluarkan Petzl ini, dikhususkan penggunaannya
untuk menuruni tali pada SRT, yang digunakan adalah Bobin Single Rope.
Bobin digunakan oleh orang yang sudah terbiasa menuruni tali dengan SRT,
karena tidak memiliki kunci pengaman, kontrol kecepatan diatur oleh
tangan kita.
3. Rack
Rack memiliki batang-batang yang dapat dirubah posisinya, untuk
mengatur friksi antara alat dengan tali, hal ini akan mempengaruhi
kecepatan. Rack akan relatif lebih dingin setelah pengunaan jangka
panjang.
4. Auto Stop Descender
Auto Stop merupakan alat turun yang paling aman untuk digunakan
dalam melakukan SRT. Hal ini karena Auto Stop dilengkapi dengan sistem
kunci otomatis, dan dapat dipasang tanpa melepaskannya dari kaitan ke
harness.
Peralatan Penunjang
Merupakan peralatan yang juga harus dikenakan ketika melakukan
SRT, yang digambarkan disini adalah prinsip-prinsipnya, bisa digunakan
benda lain dengan prinsip sama
1. Sit Harness
Ada berbagai jenis Sit Harness, untuk keperluan SRT Petzl
khusus mengeluarkan Avanti. Sit Harness ini berbeda dengan harness untuk
keperluan memanjat ataupun canyoning. Avanti dapat diubah ukurannya
sesuai dengan badan kita, karena dalam melakukan SRT, ukurannya harus
benar-benar tepat agar terasa nyaman.
2. Linking Maillon
Semacam karabiner tetapi tidak memiliki sebuah gate (pintu
dengan per). Maillon sangat kuat, terdiri dari berbagai tipe dan ukuran.
Linking Maillon gunanya sebagai penghubung foot-loop jammer dengan
foot-loop dan safety link. Alternatif lain dapat menggunakan small oval
screwgate carabiner.
3. Foot Loop
Atau tangga, digunakan waktu naik meniti tali. Foot loop merk
“Camp” dapat dipanjang dan pendekkan sesuai dengan keperluan. Alternatif
lain memakai etrier atau sling.
4. Security Link
Disebut juga “safety link”, gunanya sebagai safety pada waktu
naik. Terbuat dari Dynamic Climbing Rope, berdiameter 9mm. Panjangnya
sejangkau tangan atau lebih. Pada kedua ujungnya dibuat “figure of eight
knot”. Ujung pertama di foot loop jammer dan ujung lainnya di
attachment pada sit harness. Bisa juga menggunakan webbing.
5. Chest Harness
Merupakan harness khusus di dada. Bentuknya seperti angka
delapan. Chest harness berguna untuk menempatkan “petzl croll” waktu
naik, sehingga badan tetap sejajar dengan tali. Figure of eight chest
harness merupakan perlengkapan standar. Alternatif lain memakai
sling/chest strap.
6. Main Attachment
Delta maillon 10mm adalah main attachment. Terbuat dari baja
(steel) atau aluminium. Main attachment merupakan tempat utama untuk
berbagai kaitan/sangkutan. Selain untuk mengunci sit harness, delta
maillon juga untuk mengkaitkan croll, security link, cow’s tail dan
descender. Untuk posisi main attachment tidak pernah digunakan
carabiner.
7. Cow’s tail
Sebagai pengaman pada saat melewati sambungan tali dan pindah
anchor, waktu menuruni tali atau menaiki tali. Cow’s tail dapat dibuat
dari “climbing rope 11mm”. Panjangnya kemudian dilipat dua tidak sama
panjang. Masing-masing ujungnya dibuat figure of eight knot juga bagian
tengahnya, bagian yang membagi dua. “loop” pada bagian tengah ini
dikaitkan pada delta maillon.
8. Karabiner
Oval karabiner digunakan untuk cow’s tail sedangkan oval screw
gate karabiner untuk descender. Pada umumnya dalam penelusuran gua
vertikal digunakan ‘oval screw gate carabiner’.
9. Helmet
Merupakan perlengkapan vital dan wajib dikenakan oleh para penelusur
gua. Gunanya untuk melindungi kepala dari kemungkinan terbentur atau
tertimpa batu. ‘Petzl helmet’ diperlengkapi dengan lampu karbit.
B. Perlengkapan Tim
1. Tali
Tali yang dipakai dalam penelusuran gua vertikal, harus mempunyai
karakteristik sebagai berikut : kuat, memiliki daya tahan terhadap
gesekan, daya lentur kecil dan dapat menyerap kejut. Speleo rope
memenuhi syarat ini. Biasanya, spleleo rope yang dipakai berdiameter 9,5
mm sampai 11 mm.
Pemeliharaan :
Untuk memperpanjang umur tali, jauhkan dari asam (acid), alkali,
hindarkan dari kemungkinan gesekan dengan batu, atau gunakan “rope pad”
(alas tali). Cucilah tali setelah digunakan, tetapi jangan memakai
sabun, pakailah sikat halus. Jemur tali di tempat teduh da berangin,
jangan sekali-kali menjemur di panas matahari.
2. Webbing
Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat harness, anchor, dan lain-lain.
3. Perlengkapan lainnya
Perlengkapan lain yang diperlukan seperti tas untuk membawa tali
(rucksack, tackle bag), juga untuk membawa perlengkapan lainnya. Alat
penerangan seperti lampu batre, lampu karbit, atau lainnya. Sebaiknya
membawa batre atau karbit cadangan. Untuk membawa karbit dapat digunakan
ban dalam mobil atau motor.
Untuk mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus.
IV.2.2 Tali Temali (Knots)
Merupakan pengetahuan dasar yang wajib diketahui oleh penelusur gua.
Simpul-simpul yang biasa digunakan di dalam penelusuran gua, yaitu:
1. Bowline
Digunakan untuk membuat anchor karena sifatnya yang semakin mengikat
apabila mendapat beban. Bowline juga digunakan dalam teknik rescue.
Waktu membuat simpul ini, ujung tali harus overhand knot.
2. Figure of eight
Merupakan simpul yang paling penting karena sering digunakan. Mudah
membuatnya dan melepaskannya. Dipakai untuk membuat anchor, sebagai tali
belay dan untuk menyambung tali.
3. Tape knot
Simpul ini digunakan untuk menyambung webbing dengan menggabungkan
kedua ujungnya. Tidak ada simpul lain untuk keperluan tersebut.
4. Butterfly knot
Berfungsi untuk mengikat tali yang patah sehingga tidak terbeban. Simpul ini untuk tali dengan beban vertikal.
5. Prusik knot
Untuk prusikking (naik tali dengan bantuan prusik)
IV.2.3 Sistim Anchor
Anchor merupakan sebuah “titik keamanan”. Anchor yang baik, menjamin
keselamatan penelusur gua, saat menuruni sumuran (potholing) maupun pada
saat kembali naik. Dalam verical caving dikenal sistim “back up” dengan
menggunakan beberapa titik (point). Selain untuk keamanan juga agar
tali tergantung bebas (hang belay) , guna menghindari gesekan batu.
Kegunaan lain anchor adalah , untuk membelay dan untuk keperluan tertentu, seperti hauling, lowering, rescue dll.
Ada dua macam sistim anchor, yaitu :
1. Anchor Alam (Natural Anchor)
Natural Anchor relatif sangat kuat, dengan memanfaatkan batu, pohon
dan lain-lain. Caranya dengan melingkarkan sling pada batu atau pohon.
Dapat juga langsung menggunakan tali, dengan simpul bowline.
2. Artificial Anchor
Dinding gua biasanya tidak mempunyai rekahan, polos dan licin.
Karenanya dibuat anchor buatan. Dalam vertikal caving, dapat menggunakan
‘bolt’, sedangkan piton dan chock jarang digunakan. Dua hal yang sangat
penting untuk diperhatikan :
2. 1 Posisi Anchor : Posisi yang benar akan menghindarkan tali dari gesekan batu
2.2 Periksa keadaan dinding gua sebelum dipasang
anchor, dengan cara mengetukkan hammer ke dinding gua. Bunyi gaung yang
hampa menandakan batu yang rapuh.
IV.2.4 Abseiling (teknik menuruni tali)
Dengan sistem SRT, teknik menuruni menjadi sangat mudah dan nyaman,
dibandingkan dengan penggunaan tangga gantung yang rumit. Yang harus
diingat ialah ketika melakukan SRT badan kita harus selalu berada dalam
kondisi aman, dalam artian ada paling tidak satu buah pengaman yang
menjaga apabila terjadi sesuatu. Dalam hal ini, pengaman yang paling
terakhir dilepas dan paling awal dipasang adalah Cow’s Tail.
Cara menuruni tali :
Pertama pasang cow’s tail pada back up belay, kemudian pasang tali
pada descender. Setelah descender terpasang, lepaskan cow’s tail dan
lakukan abseiling. Tangan kiri pada descender, sedangkan tangan kanan
memegang tali bawah sebagai kontrol laju pada waktu turun.
Kecepatan waktu abseiling sebaiknya konstan, jangan terlalu cepat
atau tersendat-sendat selain berbahaya juga akan merusak tali. Untuk
mengurangi laju percepatan gunakan carabiner untuk menambah friksi.
Carabiner ini dikaitkan pada main attachment. Sebelum melakukan
abseiling, jangan lupa membuat simpul pada ujung tali.
Pindah Anchor (passing a re-bellay on the descend)
Seringkali pada saat penelusuran gua harus memasang anchor lebih dari
satu. Untuk dapat melewati anchor waktu turun atau naik, diperlukan
pengetahuan atau teknik pindah anchor.
Teknik pindah atau melewati anchor :
- Pasang cow’s tail pendek pada anchor, pada saat posisi descender sejajar dengan anchor.
- Turun lagi sampai beban ada pada cow’s tail pendek, pasang cow’s tail
panjang pada hang belay, buka descender yang sudah bebas beban.
- Buka cow’s tail pendek dengan cara berdiri pada foot loop.
- Lanjutkan abseiling, lepaskan cow’s tail panjang dan lepas foot loop jammer.
Pindah Sambungan (Passing a knot on the descend)
Kadang-kadang tali yang digunakan untuk menuruni gua tidak cukup
panjang dan harus disambung dengan tali lain agar dapat mencapai dasar.
Teknik melewati sambungan :
- Turunkan descender hingga menyentuh sambungan tali
- Pasang cow’s tail pada safety loop figure of eight
- Pasang chest jammer, croll pada tali di atas descender, jangan terlalu jauh atau terlalu dekat
- Buka descender dan pasang di tali bawah sambungan dengan posisi mengunci
- Buka croll, dengan bantuan foot loop
- Lanjutkan abseiling setelah melepas cow’s tail dan foot loop jammer.
IV.2.5 Prussiking (teknik menaiki tali)
Yaitu bagaimana supaya penelusur gua dapat tiba kembali ke permukaan.
Dalam vertikal caving, telah dikembangkan berbagai teknik memakai tali
dengan kelemahan dan kelebihannya.
Ada dua system, yaitu :
1. Rope Walking System
Ciri utama dari sistim ini adalah kedua kaki diikat pada ascender
yang terpisah, sehingga setiap kaki dapat bergerak dengan bebas. Gerakan
yang terlihat seperti seorang yang sedang menaiki tangga. Semakin tegak
badan seseorang, semakin efisien sistim ini berjalan. Rope walking
system terdiri dari Floating system, Basis Mitchell system, Pigmy system
dan gabungan ketiganya.
2. Sit-stand system
Berbeda dengan rope walking system, pada sistim ini tidak menggunakan
dua ascender, tetapi cukup hanya satu ascender. Kedua kaki bergerak
bersama, sehingga beban ditopang bersama. Keuntungannya kaki tidak cepat
capai dan mudah untuk istirahat. Sit stand system terdiri dari frog
system, inchworm system, texas system dan a one ascender prusik system.
Dari keempat sistim, frog system paling sering digunakan karena efisien
dan aman.
Frog system menggunakan satu jummar dan chest jammer croll di dada.
Tangan kanan mendorong jumar ke atas, sehingga kedua kaki dalam foot
loop berada dalam posisi terlipat. Pada posisi berdiri, croll ikut
bergerak ke atas, sampai berada di bawah jummar. Demikian seterusnya.
Pindah anchor (passing a re-belay on the ascend)
Seperti pada abseiling, teknik melewati anchor waktu naik tidak banyak berbeda. Teknik melewati anchor :
- Pasang cow’s tail pada anchor
- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas anchor berdiri
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang pada tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
Pindahan sambungan (passing a knot in the ascend)
- Pasang cow’s tail pada ‘safety loops’ figure of eight knot.
- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas sambungan.
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
V. KEMUNGKINAN KECELAKAAN YANG TERJADI
Sebagian besar kecelakaan yang terjadi di dalam gua, berasal dari
kesalahan si penelusur sendiri. Dalam keadaan yang sangat gelap sering
kali seorang penelusur melakukan kesalahan dalam menaksir jarak,
sehingga sebuah lubang yang cukup dalam, terlihat dangkal. Tipuan ini
menyebabkan ia merasa mampu untuk meloncat ke dalam lobang tersebut.
Etikanya tidak diperkenankan melakukan lompatan apapun di dalam gua.
Tertimpa batu, merupakan kejadian yang sering terjadi, karena
runtuhan alami akibat rapuhnya dinding gua atau akibat ketidaksengajaan
si penelusur gua yang menyebabkan jatuhnya batuan dan menimpa penelusur
lain. Helm menjadi wajib dikenakan untuk melindungi kepala.
Jenis kecelakaan yang lain, akibat buruknya atau tidak memenuhi
syarat perlengkapan yang dipakai, misalnya tali putus, ascender tidak
berfungsi. Oleh karena itu perawatan dan pemeliharaan alat-alat setelah
digunakan mutlak dilakukan. Jangan ragu-ragu untuk memotong tali pada
bagian yang terkoyak akibat gesekan, misalnya.
Bahaya banjir merupakan faktor penyebab utama kecelakaan lainnya.
Demikian pula faktor suhu udara yang dingin, perlu diperhatikan terutama
pada saat melakukan eksplorasi di gua yang basah.
Kejadian-kejadian di atas bukan tidak mungkin untuk dihindari,
semuanya tergantung dari persiapan dan pengalaman yang dimiliki oleh
penelusur gua.
VI. PEMETAAN
Dalam kegiatan penelusuran gua, pemetaan merupakan suatu hal yang
penting, bahkan pemetaan dapat disebut sebagai aspek ilmiah dari suatu
kegiatan yang bersifat petualangan. Meskipun sebenarnya banyak
penelitian ilmiah yang dapat dilakukan di dalam gua, seperti penelitian
Biologi, Geologi, Geomorfologi, Arkeologi, Hidrologi, Geografi, dan lain
sebagainya. Tetapi sebenarnya pemetaan menduduki posisi yang paling
penting. Boleh-boleh saja dalam penelusuran gua tidak melakukan
penelitian Biologi atau Geologi atau yang lainnya, tetapi pemetaan
merupakan hal yang wajib dikerjakan oleh seorang yang berpredikat
‘caver’.
Begitu penting pemetaan, sampai-sampai ada seorang teman dari jurusan
Geografi yang menyatakan bahwa “sebuah peta lebih mempunyai banyak arti
daripada seribu kata-kata”.
gambar 14. Peralatan pemetaan standar
Pemetaan merupakan bagian dari kegiatan yang bersifat perekaman atau
pendokumentasian. Dalam hal ini adalah yang berhubungan dengan rekaman
bentukan fisik gua, misalnya bentuk atau denah lorong, panjangnya,
tingginya, keletakan ornamen, apa saja ornamennya, posisi aliran air,
lumpur, sump, dan lain sebagainya.
Pemetaan sebuah gua merupakan salah satu upaya untuk
mendokumentasikan gua tersebut, sehingga peta tersebut akan menjadi
informasi untuk penelusur gua lainnya, ia akan mengetahui denah guanya,
ukurannya, ornamen yang menghiasinya, dan lain sebagainya, jauh dari
sebelum ia sendiri memasuki gua tersebut. Pemetaan juga memberikan
informasi ilmiah yang berguna bagi penelitian ilmu pengetahuan. Peta gua
juga berarti sebagai bukti seorang caver telah memasuki atau
mengeksplorasi suatu gua.
VI.1. Peta Gua
Sebuah Peta Gua yang baik, akan dapat memberikan gambaran kepada orang yang membaca peta tersebut dengan mudah.
Sehingga sebuah peta gua harus Informatif, dan Komunikatif.
Dianggap informatif apabila, data-data yang perlu diketahui dapat
ditemukan disini, dalam hal ini data-data yang dibutuhkan untuk sebuah
kepentingan eksplorasi. Tentu akan berbeda dengan peta yang dibuat untuk
kepentingan penelitian, atau wisata misalnya. Dan peta tersebut akan
komunikatif apabila dalam hasil akhirnya tidak membingungkan orang yang
membacanya, memiliki alur dan susunan yang jelas dan sesuai dengan
aturan yang telah disetujui bersama.
Peta sebuah gua minimal menerangkan tentang;
1. Penampang Atas, atau denah lorong untuk menunjukkan bentukan, arah dan belokan lorong.
2. Penampang Samping, Irisan, atau Section untuk menunjukkan ketinggian lorong, dan kemiringan gua tersebut.
3. Simbol Ornamen, simbol-simbol yang telah disepakati untuk mewakili ornamen yang terdapat di dalam gua tersebut.
4. Potongan Stasiun, ditiap titik yang dijadikan sebagai pos atau stasiun digambarkan potongannya.
5. Data Gua, keterangan mengenai gua tersebut, namanya,
letak geografis dan administratifnya, surveyornya, dan tanggal
dilakukan survey untu pemetaan. Hal ini termasuk penting mengingat
perubahan bentukan gua dapat terjadi setiap saat.
6. Skala, untuk menunjukkan perbandingan, biasanya digunakan skala batang karena lebih mudah untuk membayangkan keadaan sebenarnya.
7. Arah Utara Peta
8. Legenda, atau keterangan simbol.
Apabila sudah terdapat hal-hal tersebut, maka peta gua yang dibuat
seharusnya sudah mampu memberikan informasi yang cukup bagi penelusur
gua lainnya.
Sebuah peta gua tentunya juga memiliki tingkat akurasi yang
berbeda-beda. Di dunia ada beberapa penilaian terhadap keakuratan
tersebut, tergantung pada kesepakatan federasi masing-masing.
Saat ini, yang lazim digunakan di Indonesia adalah sistem grade yang
digunakan di Eropa, yang memakai skala 1 sampai 6. Mengenai hal ini akan
dijelaskan lebih lanjut di tahap pendalaman.
Untuk mendapatkan informasi yang akan dituangkan ke dalam peta gua,
ada beberapa prosedur pemetaan yang harus dilakukan. Sekilas
prosedur-prosedur ini akan tampak merepotkan ketika mengeksplorasi
sebuah gua, namun sebenarnya kerepotan tersebut akan terbalas dengan
hasil yang nantinya kita dapatkan.
tabel 1. contoh Field Note
VI.2. Alat-alat perlengkapan pemetaan
1. Drafting film atau Kodak Trace sejenis kertas kedap air, seperti
kertas kalkir tetapi lebih tebal dan kedap air juga bisa dihapus jika
menggunakan alat tulis pinsil.
2. Topofil, alat untuk mengukur jarak antara stasiun. Kalau tidak ada dapat juga dipakai rollmeter.
3. Alas tulis dan alat tulis (pinsil, penghapus, dan serutan)
4. Kompas, alat untuk mengukur sudut deviasi atau azimuth. Biasanya kompas Silva atau Suunto yang digunakan.
5. Clinometer, alat untuk mengukur kemiringan gua (turun atau naik) Suunto PM5/360 adalah Clinometer yang terbaik.
VI.3. Prosedur Pemetaan
Prosedur pemetaan yang dimaksud disini adalah teknis pengambilan data
untuk menghasilkan sebuah peta gua, data-data tersebut akan dicatat di
sebuah catatan lapangan untuk kemudian diterjemahkan. Secara garis
besar, pengambilan data dilakukan dengan membuat bentukan kasar gua yang
dieksplorasi, dengan cara mengambil beberapa titik untuk dijadikan
sebagai stasiun. Di stasiun-stasiun tersebutlah data-data direkam,
diantaranya arah lorong, ketinggian lorong, kemiringan antara stasiun,
tinggi langit-langit gua, lebar lorong dan keterangan lainnya.
Pemetaan dapat dilakukan oleh minimal dua orang, dimana satu orang
menjadi leader yang memegang ujung alat ukur dan menentukan posisi
stasiun, sementara orang kedua menjadi pencatat data yang memasukkan
data ke dalam field note.
Leader, adalah orang yang berhak menentukan posisi stasiun. Satu titik dapat dijadikan stasiun karena beberapa sebab yaitu;
- Lorong yang dieksplorasi berubah arah
- Leader sudah tidak dapat terlihat oleh orang kedua
- Terdapat kemiringan yang ekstrim
- Terdapat perubahan bentukan lorong yang ekstrim
- Terdapat ornamen yang unik
- Jarak dengan stasiun terakhir sudah menjadi jarak maksimal untuk membuat peta dengan grade tertentu.
Satu hal yang mutlak diperhatikan adalah bahwa posisi leader harus masih terlihat oleh pencatat data.
Contoh catatan lapangan
Keterangan :
STS; Adalah nama stasiun, dapat dinamakan sesuai kehendak, misalnya A-B,B-C, atau 1-2,2-3, dll.
Jarak; adalah jarak antara stasiun yang satu dengan yang lainnya
Azim.; adalah sudut yang ditunjukkan oleh kompas antara satu stasiun dengan stasiun disepannya
Clino; adalah derajat kemiringan antar stasiun,
biasanya + apa bila stasiun didepannya lebih tinggi, dan – bila stasiun
didepannya lebih rendah.
Kanan dan Kiri; adalah jarak dari poros orang ke dinding gua kanan dan kiri.
Atas dan Bawah; adalah Tinggi dan kedalaman gua.
Keterangan; diisi dengan hal-hal khusus yang ditemui, seperti ornamen yang unik, keterangan mengenai bentukan lorong, dll
Selain itu dalam pemetaan, pencatat data juga membuat sketsa lorong dan irisan stasiun yang akan memudahkan pembuatan peta gua.
VI.4. Cara Kerja
1. Stasiun A biasanya pada mulut atau pintu masuk gua. Di sini
berdiri pencatat data yang membawa kompas, clinometer dan catatan
lapangan.
2. Leader membawa topofil atau rollmeter (ujung benang atau pita meter
dipegang oleh Pencatat data) hingga tempat yang dianggap sebagai stasiun
B
3. Pencatat data mencatat hasil pengukuran panjang, azimuth, clino juga
mencatat lebar kiri dan kanan lorong pada stasiun A pada lembar catatan
lapangan.
4. Pencatat data juga membuat sketsa denah lorong gua antara stasiun A
dan stasiun B. Pekerjaan ini dapat dibantu dengan adanya benang atau
pita meter yang memanjang antara stasiun A dan stasiun B. Pintu masuk
juga dibuat denah dan irisannya.
5. Rekam dan catat juga atau ploting pada sketsa jika dijumpai hal-hal
yang istimewa atau khusus, seperti adanya stalagmit yang besar atau
adanya aliran air, flowstone, dsb.
6. Selanjutnya pencatat data menuju stasiun B dan surveyor 2 menuju
stasiun C dan kembali melakukan pengukuran, pemetaan dan pembuatan
sketsa denah.
7. Pada prakteknya dapat dilakukan bergantian
8. Jangan lupa membuat gambar potongan / irisan dari lorong-lorong tertentu atau khusus.
VI.5. Menyalin data lapangan menjadi sebuah peta gua
Langkah pertama yang harus dilakukan di tahap ini adalah menyalin
kembali data lapangan sesegera mungkin, karena catatan lapangan kita
pasti akan kotor, dan kemungkinan tidak jelas terbaca.
Kemudian kita membuat peta gua kasar di kertas milimeter block. Data
Azimuth, Kanan, kiri dan jarak akan berguana dalam membuat Penampang
atas atau denah, sementara data kemiringan, atas dan bawah akan berguna
untuk membuat irisan atau penampang samping.
Setelah itu, kita dapat menyalin draft peta yang telah kita buat ke
kertas kalkir, dan kemudian ditambahkan kelengkapan-kelengkapan lainnya.
VI.6. Hambatan
Berbeda dengan pembuatan / survey pemetaan yang biasanya dilakukan di
tempat terbuka, maka pemetaan gua sepenuhnya dilakukan di dalam gua,
jauh di bawah muka bumi. Kondisi gua yang pastinya gelap total, hanya
ada penerangan lampu karbit yang terbatas cahayanya, belum lagi lantai
gua yang penuh lumpur, ruangan yang sempit, dan waktu yang terbatas
dimana kita tidak dianjurkan lupa waktu di dalam gua. Tetapi itu semua
bukan menjadi alasan untuk tidak melakukan pemetaan gua, lebih-lebih
bagi mereka yang mengaku sebagai ‘caver’. Yang ingin digarisbawahi di
sini adalah bahwa apapun kondisinya seorang caver wajib membuat peta gua
di dalam eksplorasinya, khususnya gua-gua yang belum dipetakan.
Bibliografi
Budworth, Geoffrey. “The Knot Book”, Great Britan : Paerfronts
Judson, David. “Caving Practice and Equipment”, London : British Cave Research Association, 1984.
Lyon, Ben. “Venturing Underground”, London : EP Publishing Ltd, 1983.
Mc Clurg, Dain. “ Exploring Caves : A Guide to The Underground Wilderness”, Ontario : Thomas Nelson & Sons Ltd, 1980.
Meredith, Mike, “ Vertikal Caving”, Paris , 1982.
Montgomery, R.Neil. “ Single Rope Technique : A guide for vertical cavers”, Sydney : The Sydney Speleological Society, 1977.
Edwin, Norman, “ Etika Dasar Penelusuran Gua”, Jakarta : Paper Kursus Dasar III 1983.
Edwin, Norman, “ Caving : Menelusuri Kegelapan”, Jakarta : Paper Kursus Dasar III 1983.
Soemarno, Sidarta Ir, “Gua ditinjau dari segi Geologi”, Jakarta : Paper Kursus Dasar III 1983.
. Williams, Tony Lewis, “ Manual of US Cave Rescue Techniques”, Alabama : National Cave Res
Tidak ada komentar:
Posting Komentar